Sabtu, 31 Oktober 2009

Bagaimana Menjadi Guru Teladan

Seleksi guru teladan (guru profesional istilah saat ini) sebenarnya merupakan ajang melihat dan refleksi diri bagi para guru. Kadang seorang guru telah merasa dirinya sudah paling bagus, paling super, paling berhasil dalam mengajar diantara teman teman di sekolah di mana guru tersebut berada.

Indikator yang mudah ditemukan adalah ketika kumpul sesama guru yang sifatnya non formal, sering terlontar bahwam dirinyalah yang paling bagus dalam mengajar, dirinyalah yang paling menguasai dalam materi pembelajaran, dirinyalah yang paling baik dalam mencetuskan ide, dirinyalah yang paling bisa dalam mengatasi masalah siswa nakal, siswa pandai, dan masih banyak lagi yang lain. Memang tidak dipungkiri bahwa setiap orang (termasuk guru) memiliki kecenderungan untuk sombong, mengunggulkan dirinya dibanding dengan teman atau orang lain. Relatif sedikit guru yang menyadari bahwa dirinya mempunyai banyak kekurangan. Cerita-cerita di depan kelas ketika mengajar juga mengindikasikan kecenderungan untuk sombong di hadapan para siswanya. Namun ketika ada edaran seleksi guru teladan (guru berprestasi), lomba karya tulis, lomba karya ilmiah, sangat sulit mencari guru yang dengan suka rela dan kesadaran diri mengajukan dirinya kepada sekolah untuk mengikutinya. Kondisi ini ternyata terjadi di hampir setiap satuan pendidika baik di tingkat SD, SMP, maupun di tingkat SMA/MA/SMK. Sangat ironis memang. Namun itulah kondisi real di lapangan. Apakah ini sudah sifat dan karakter sebagian besar bangsa Indonesia yang cenderung enggan berkompetisi? Meskipun sebenarnya keikutsertaan pada ajang lomba, sangat dibutuhkan untuk mengetahui potensi diri secara nyata. Lomba merupakan ajang refleksi diri sejauh mana potensi diri kita dibanding dengan para guru yang lain di luar institusinya (tidak seperti jago kandang yang hanya menang di kandangnya sendiri, namun ketika di kandang lawan tidak ada apa-apanya).
Dalam seleksi guru teladan, empat aspek kompetensi guru benar benar diuji, yakni aspek paedagogis, profesional, sosial, dan kepribadian.
Paedagogis
Pada aspek ini, guru dituntut untuk mengetahui teori belajar, teori mengajar, teori perkembangan jiwa anak, juga dituntut untuk memahami kurikulum yang berlaku terutama yang menyangkut arah pembelajaran dan semangat kurikulum yang berlaku saat itu. Pada seleksi guru teladan, aspek ini diukur melalui tes tertulis maupun tes wawancara, disamping juga diukur melalui ada dan tidaknya dokumen pembelajaran yang meliputi
1. rencana pembelajaran,
2. laporan pelaksanaan pembelajaran,
3. data hasil evaluasi pembelajaran
4. data analisis hasil evaluasi dan
5. laporan program tindak lanjutnya
Kelima dokumen tersebut perlu lengkap dan lampirkan dalam bentuk portofolio yang disatukan dengan dokumen aspek yang lain (10 aspek/komponen sertifikasi guru).
Profesional
Pada apek ini, guru dituntut untuk menguasai materi pelajaran sesuai yang dikehendaki dan diamanatkan oleh kurikulum, tentu berkaitan dengan bidang ajar yang digelutinya, sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Pada seleksi guru teladan, aspek ini diuji melalui dukumen karya pengembangan profesi, misal ada dan tidaknya buku hasil karya yang dipublikasikan, karya ilmiah yang dipublikasikan baik melalui jurnal terakreditasi maupun melalui media lain yang relevan. Kepemilikan piagam penghargaan dan sertifikat keikutsertaan dalam forum ilmiah, juga dapat menjadi indikator penguasaan aspek profesional seorang guru.
Sosial
Aspek ini sangat banyak indikatornya. Sering dan tidaknya guru diberi tugas di sekolah yang tercermin pada banyak dan tidaknya SK penugasan kepala sekolah pada guru tersebut, bagaimana peran guru di lingkungan tempat tinggalnya (biasanya dibuktikan dengan surat keterangan Kepala Keluranan) apakah menjadi ketua RT, ketua RW, penasehat RT penasehat RW, anggota/pengurus Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), atau Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kota (LPMK), anggota/pengurus Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), atau jabatan lain di lingkungan tempat tinggalnya.
Kepribadian
Seorang guru teladan tentu tidak lepas dari kepemilikan kemantapan dan kematangan kepridadian. Indikator aspek ini diuji melalui wawancara dan tes tertulis. Bagaimana cara berpenampilan dihadapan penguji, bagaimana cara menjawab dan cara berbicara dihadapan penguji, bagaimana cara menolak atau menyanggah atau berargumentasi ketika dipersalahkan penguji. Disisi lain juga dapat diuji melalui pertanyaan yang sifatnya mengarah pada pandangan pribadi tentang suatu masalah.
Lain-lain
Karya Ilmiah, adalah aspek penting yang harus ada dalam seleksi guru berprestasi. Karya ilmiah ini dapat berupa laporan penelitian, makalah seminar atau simposium , dan artikel jurnal. Untuk yang satu ini, nampaknya tidak boleh tidak. Seorang guru teladan cenderung wajib mempunyai karya ilmial, entah berupa hasil penelitian atau tulisan yang lain, yang dihasilkan melalui prosedur ilmiah. Satu lagi yang tidak kalah pentingnya untuk dikuasai dalam seleksi guru berprestasi adalah hafal, mengerti, dan memahami peraturan dan perundangan dan kebijakan tentang pendidikan di Indonesia.
READ MORE - Bagaimana Menjadi Guru Teladan

Metode Mengajar ala DBE

Keberhasilan proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh metode pembelajaran Mengajar dengan cara metode ceramah yang terus menerus (satu arah guru aktif siswa pasif) sebaiknya ditinggalkan karena cara seperti itu akan membosankan dan materi yang kita ajarkan kepada siswa akan cepat hilang dalam ingatannya.
Ada beberapa pilihan metode pembelajaran yang membuat KBM menjadi sangat menyenangkan yaitu :

• Diskusi Kelompok Kecil (Small Group Discussion)
Metode ini dimaksudkan untuk membangun kerja sama individu dalam kelompok, kemampuan analitis dan kepekaan sosial serta tanggung jawab,individu dalam kelompok.Metode ini memiliki prosedur sebagai berikut:
1. Bagilah kelas kedalam beberapa kelompok kecil.
2. Berikan bacaan untuk masing masing kelompok.
3. Minta mereka untuk mendiskusikan bacaan.
4. Mintalah setiap kelompok untuk menunjuk juru bicara.
5. Minta para juru bicara kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
6. Mintalah kelompok lain untuk bertanya atau menanggapi.
7. Guru memberikan rangkuman atau penguatan-penguatan materi.

• Metode sajian Poster (Poster Session)
Metode ini merupakan cara yang bagus untuk memberi informasi kepada siswa secara cepat,memahami apa yang mereka bayangkan,dan memerintahkan pertukaran gagasan antar mereka.Tehnik ini juga merupakan cara baru dan jelas yang memungkinkan siswa mengungkapkan persepsi dan perasaan mereka tentang topik yang sedang didiskusikan dalam suasana santai dan menyenangkan.Metode ini memiliki prosedur penerapan sebagai berikut:
1. Bagilah kelas dalam beberapa kelompok dan mintalah mereka untuk mendiskusikan sebuah permasalahan yang terkait dengan topik.
2. Mintalah tiap-tiap kelompok untuk berdiskusi.
3. Mintalah setiap kelompok untuk menuangkan hasil diskusi dalam bentuk gambar atau poster
4. Mintalah setiap kelompok untuk mempresentasikan dan menjelaskan gambar atau poster dari masing-masing kelompok.
5. Mintalah komentar atau tanggapan dari kelompok lain.
• Kekuatan Berdua (The power Of Two)
Metode ini digunakan untuk mendorong siswa memiliki kepekaan terhadap pentingnya bekerja sama. Filosofi metode ini adalah" Berfikir berdua lebih baik dari pada berfikir sendiri".
Metode ini memiliki prosedur penerapan sebagai berikut:
1. Ajukan satu atau lebih pertanyaan
2. Mintalah siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara individual.
3. Setelah semua menjawab, mintalah kembali keoada siswa untuk berpasangan dan saling bertukar jawaban dan membahas secara bersama-sama dengan pasangannya.
4. Mintalah setiap pasangan tersebut untuk membuat jawaban baru hasil pembahasan dan dis kusi dengan pasangannya.
5. Ketika semua pasangan telah merumuskan jawaban baru, maka bandingkan jawaban tersebut dengan jawaban pasangan lain di kelas tersebut.
6. Di akhir metode ini penting bagi guru untuk menyimpulkan seluruh proses.

• Metode Bola salju 1-2-4-8-16-dst (Snowballing)
Metode ini diawali dengan melakukan aktifitas baik itu kegiatan mengamati maupun membaca yang dilakukan secara individu. Kegiatan perorangan ini kemudian dilanjutkan dengan kegiatan kelompok kecil yang terdiri dari dua orang berkembang menjadi empat orang,delapan orang, enam belas orang, dan seterusnya hingga berakhir pada pembagian dua kelompok besar dalam satu kelas. Metode ini memiliki prosedur penerapan sebagai berikut :
1. Kemukakan sebuah masalah.
2. Mintalah setiap siswa untuk berpendapat.
3. Setelah semua menjawab, minta kembali kepada siswa untuk berpasangan (setiap pasangan terdiri atas orang). Satu sama lain saling bertukar jawaban dan membahasnya.
4. Apabila setiap pasangan selesai membahas, mintalah tiap-tiap pasangan itu untuk mendiskusikannyadengan pasangan yang lain. Demikian seterusnya sampai terbentuk 2 kelompok besar dalam satu kelas.
5. Setelah terbentuk 2 kelompok besar, mintalah kepada kedua kelompok itu untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka.
• Setiap Siswa bisa menjadi Guru disini Every One is a Teacher Here)
Metode ini bertujuan untuk mendapatkan partisipasi seluruh kelas dan pertanggungjawaban individu. Metode ini memberi kesempatan bagi setiap siswa untuk bertindak sebagai "guru" bagi "siswa lain". Metode ini memiliki prosedur sebagai berikut :
1. Bagikan kartu/ selembar kertas kepada setiap siswa. Mintalah mereka untuk menuliskan pertanyaan yang mereka miliki tentang materi belajar yang tengah dipelajari di kelas( misalnya,tugas membaca ) atau topic khusus yang ingin mereka diskusikan di kelas.
2. Setelah mereka selesai menuliskan pertanyaan,kumpulkan kartu atau kertas tadi, kemudian kocoklah,dan bagikan satu-satu kepada siswa. Perintahkan siswa untuk membaca dalam hati pertanyaan atau topik pada kartu/kertas yang mereka terima dan pikirkan jawabannya.
3. Tunjuklah beberapa siswa untuk membacakan pertanyaan atau topic yang ada di kartu/kertas yang mereka terima dan memberikan jawabannya.
4. Setelah memberikan jawaban, minta lahsiswa lain untuk memberi tambahan jawaban atas apa yang telah dikemukakan oleh siswa yang membacakan kartunya itu.
5. Lanjutkan prosedur ini jika waktu memungkinkan.

• Membaca dengan panduan (Reading Guide)
Metode ini diterapkan jika materi yang akan disampaikan sangat padat sementara waktu yang tersedia sangat terbatas. Pada siswa dapat diminta untuk membaca materi yang akan dibahas dengan memberikan dan membuat kisi-kisi panduan.Langkah-langkah penerapan metode ini sebagai berikut:
1. Tentukan materi ajar yang akan di baca.
2. Buat pertanyaan yang harus dijawab siswa setelah membaca materi.
3. Akhiri sesi dengan memberikan komentar terhadap jawaban yang diberikan siswa.

READ MORE - Metode Mengajar ala DBE

Minggu, 04 Oktober 2009

Bagaimana Membangun Motivasi Belajar Siswa

Seorang pendidik tentu saja berbangga hati andai anak didiknya berhasil. Diantara indikator keberhasilan pendidikan secara mikro di tataran pembelajaran tingkat kelas yaitu bila seorang guru mampu membngun motivasi belajar para siswanya. Jika siswa-siswa itu dapat ditumbuhkan motivasi belajarnya, maka sesulit apapun materi pelajaran atau proses pembelajaran yang diikutinya niscaya mereka akan menjalaninya dengan enjoy dan ketagihan.

Uraian ini mencoba mengangkat apa itu motivasi, belajar, dan pentingnya motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran.

A. Pengertian Motivasi
Banyak pakar yang merumuskan definisi ‘motivasi’ sesuai dengan kajian yang diperdalamnya. Rumusannya beraneka ragam, sesuai dengan sudut pandang dan kajian perspektif bidang telaahnya. Namun demikian, ragam definisi tersebut memiliki ciri dan kesamaan. Di bawah ini dideskripsikan beberapa kutipan pengertian ‘motivasi’.
Michel J. Jucius (Onong Uchjana Effendy, 1993: 69-70) menyebutkan ‘motivasi’ sebagai “kegiatan memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki”.
Menurut Dadi Permadi (2000: 72) ‘motivasi’ adalah “dorongan dari dalam untuk berbuat sesuatu, baik yang positif maupun yang negatif”.
Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (2004: 64-65), apa saja yang diperbuat manusia, yang penting maupun kurang penting, yang berbahaya maupun yang tidak mengandung resiko, selalu ada motivasinya. Ini berarti, apa pun tindakan yang dilakukan seseorang selalu ada motif tertentu sebagai dorongan ia melakukan tindakannya itu. Jadi, setiap kegiatan yang dilakukan individu selalu ada motivasinya.
Lantas, Nasution (2002: 58), membedakan antara ‘motif’ dan ‘motivasi’. Motif adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan motivasi adalah usaha-usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi, sehingga orang itu mau atau ingin melakukannya.
Berdasarkan deskripsi di atas, ‘motivasi’ dapat dirumuskan sebagai sesuatu kekuatan atau energi yang menggerakkan tingkah laku seseorang untuk beraktivitas.
Motivasi dapat diklasifikasikan menjadi dua: (1) motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal yang timbul dari dalam diri pribadi seseorang itu sendiri, seperti sistem nilai yang dianut, harapan, minat, cita-cita, dan aspek lain yang secara internal melekat pada seseorang; dan (2) motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi eksternal yang muncul dari luar diri pribadi seseorang, seperti kondisi lingkungan kelas-sekolah, adanya ganjaran berupa hadiah (reward) bahkan karena merasa takut oleh hukuman (punishment) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi)

B. Pengertian Belajar
Banyak definisi yang diberikan tentang ‘belajar’. Misalnya Gage (1984), mengartikan ‘belajar’ sebagai suatu proses di mana organisma berubah perilakunya.
Cronbach mendefinisikan belajar: “learning is shown by a change in behavior as a result of experience” (belajar ditunjukkan oleh suatu perubahan dalam perilaku individu sebagai hasil pengalamannya). Harold Spears mengatakan bahwa: learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction” (belajar adalah untuk mengamati, membaca, meniru, mencoba sendiri sesuatu, mendengarkan, mengikuti arahan). Adapun Geoch, menegaskan bahwa: “learning is a change in performance as result of practice.” (belajar adalah suatu perubahan di dalam unjuk kerja sebagai hasil praktik).
Kemudian, menurut Ratna Willis Dahar (1988: 25-26), “belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman”. Paling sedikit ada lima macam perilaku perubahan pengalaman dan dianggap sebagai faktor-faktor penyebab dasar dalam belajar:
Pertama, pada tingkat emosional yang paling primitif, terjadi perubahan perilaku diakibatkan dari perpasangan suatu stimulus tak terkondisi dengan suatu stimulus terkondisi. Sebagai suatu fungsi pengalaman, stimulus terkondisi itu pada suatu waktu memeroleh kemampuan untuk mengeluarkan respons terkondisi. Bentuk semacam ini disebut responden, dan menolong kita untuk memahami bagaimana para siswa menyenangi atau tidak menyenangi sekolah atau bidang-bidang studi.
Kedua, belajar kontiguitas, yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan satu dengan yang lain pada suatu waktu, dan hal ini banyak kali kita alami. Kita melihat bagaimana asosiasi ini dapat menyebabkan belajar dari ‘drill’ dan belajar stereotipe-stereotipe.
Ketiga, kita belajar bahwa konsekuensi-konsekuensi perilaku memengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengulangan itu. Belajar semacam ini disebut belajar operant.
Keempat, pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dan kejadian-kejadian. Kita belajar dari model-model dan masing-masing kita mungkin menjadi suatu model bagi orang lain dalam belajar observasional.
Kelima, belajar kognitif terjadi dalam kepala kita, bila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita, dan dengan insight, belajar menyelami pengertian.
Akhirnya, Depdiknas (2003) mendefinisikan ‘belajar’ sebagai proses membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Hal ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa berbeda-beda padahal mendapat pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada saat yang sama. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya.
Dengan kata lain, partisipasi guru harus selalu menempatkan pembangunan pemahaman itu adalah tanggung jawab siswa itu sendiri, bukan guru. Misal, bila siswa bertanya tentang sesuatu, maka pertanyaan itu harus selalu dikembalikan dulu kepada siswa itu atau siswa lain, sebelum guru memberikan bantuan untuk menjawabnya. Seorang siswa bertanya, “Pak/Bu, apakah tumbuhan punya perasaan?” Guru yang baik akan mengajukan balik pertanyaan itu kepada siswa lain sampai tidak ada seorang pun siswa dapat menjawabnya. Guru kemudian berkata, “Saya sendiri tidak tahu, tetapi bagaimana jika kita melakukan percobaan?”.
Jadi, berdasarkan deskripsi di atas, ‘belajar’ dapat dirumuskan sebagai proses siswa membangun gagasan/pemahaman sendiri untuk berbuat, berpikir, berinteraksi sendiri secara lancar dan termotivasi tanpa hambatan guru; baik melalui pengalaman mental, pengalaman fisik, maupun pengalaman sosial.
C. Pentingnya Motivasi Belajar Siswa
Dalam kegiatan pembelajaran, ‘perhatian’ berperan amat penting sebagai langkah awal yang akan memacu aktivitas-aktivitas berikutnya. Dengan ‘perhatian’, seseorang berupaya memusatkan pikiran, perasaan emosional atau segi fisik dan unsur psikisnya kepada sesuatu yang menjadi tumpuan perhatiannya.
Gage dan Berliner (1984) mengungkapkan, tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Jadi, seseorang siswa yang menaruh minat terhadap materi pelajaran, biasanya perhatiannya akan lebih intensif dan kemudian timbul motivasi dalam dirinya untuk mempelajari materi pelajaran tersebut.
Di sini, motivasi belajar dapat didefinisikan sebagai usaha-usaha seseorang (siswa) untuk menyediakan segala daya (kondisi-kondisi) untuk belajar sehingga ia mau atau ingin melakukan proses pembelajaran.
Dengan demikian, motivasi belajar dapat berasal dari diri pribadi siswa itu sendiri (motivasi intrinsik/motivasi internal) dan/atau berasal dari luar diri pribadi siswa (motivasi ekstrinsik/motivasi eksternal). Kedua jenis motivasi ini jalin-menjalin atau kait mengait menjadi satu membentuk satu sistem motivasi yang menggerakkan siswa untuk belajar.
Jelaslah sudah pentingnya motivasi belajar bagi siswa. Ibarat seseorang menjalani hidup dan kehidupannya, tanpa dilandasi motivasi maka hanya kehampaanlah yang diterimanya dari hari ke hari. Tapi dengan adanya motivasi yang tumbuh kuat dalam diri seseorang maka hal itu akan merupakan modal penggerak utama dalam melakoni dunia ini hingga nyawa seseorang berhenti berdetak. Begitu pula dengan siswa, selama ia menjadi pembelajar selama itu pula membutuhkan motivasi belajar guna keberhasilan proses pembelajarannya.


READ MORE - Bagaimana Membangun Motivasi Belajar Siswa