Kecemasan boleh-boleh saja sepanjang mampu dikendalikan dengan baik. Kecemasan adalah hal yang biasa, bahkan semua kesuksesan biasanya juga diawali dengan kecemasan. Berdasarkan sebuah hasi riset, ada hubungan antara kecemasan dan prestasi seseorang yang berbentuk kurva parabolik seperti huruf ‘U’ terbalik. Orang yang cemas keterlaluan akan membuat prestasinya rendah, sebaliknya orang yang tidak punya kecemasan sama sekali, tidak akan berprestasi. Sedangkan, orang yang cemasnya moderat, yaitu tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, yang digambarkan pada puncak parabolik, yang akan mendapatkan prestasi tertinggi.
Oleh karena itu, para guru dan orang tua dituntut untuk mempersiapkan para siswa secara mental agar mereka mampu mengendalikan kecemasannya. Mereka diberi motivasi dan semangat untuk menghadapi Ujian Nasional. Saya sangat bersyukur dan menilai positif upaya banyak sekolah menjelang Ujian Nasional menggelar acara berdoa bersama, bahkan untuk siswa-siswa yang muslim diajak untuk mengikuti salah tahajud dan salat hajat bersama-sama di sekolah, yang antara lain juga diisi dengan ceramah dari ustad.
Ujian Nasional sebagai sebuah rangkaian dalam proses pendidikan harus dijadikan momentum untuk membangun mentalitas dan moralitas anak didik. Berbagai perbuatan yang melanggar moral, seperti menyontek harus dihindari. Begitu pula, upaya guru yang berusaha membocorkan soal ujian demi nama baik sekolah harus dinilai sebagai pelanggaran moral yang berat. Para siswa harus ditanamkan nilai-nilai moral untuk menjaga kejujuran dan optimisme dalam menghadapi ujian.
Jangan sampai bangsa kita yang sudah dinilai religius ini justru melanggar nilai-nilai kejujuran dan kesalehannya. Pendidikan yang salah satu kegiatannya terletak pada persekolahan bisa menjadi instrument bagi upaya penegakan moralitas masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara. Namun, untuk mewujudkan pendidikan yang mengarah pada penegakan moralitas anak-anak bangsa ini, sangat dibutuhkan usaha-usaha dan langkah-langkah yang komprehensif sebagai suatu cerminan adanya kesamaan visi dan kesatuan misi, baik pada tingkatan sekolah, keluarga, maupun masyarakat.
Pendidikan berdasarkan landasan pedagogisnya, adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar tersebut tidak boleh dilepaskan dari lingkungan dimana peserta didik berada terutama dari lingkungan budayanya. Sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas, fungsi utama pendidikan yaitu “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Moralitas adalah sumber aturan perilaku yang tak tertulis yang oleh masyarakat dipegang teguh karena ia memiliki nilai-nilai kebaikan sesuai dengan ukuran-ukuran nilai yang berkembang dalam masyarakat itu. Jadi sebenarnya moralitas suatu kelompok atau masyarakat memiliki dinamika dan pergeseran karena adanya interpretasi dan pemahaman yang juga berkembang dari waktu ke waktu. Meskipun demikian, moralitas, di manapun selalu digunakan sebagai acuan untuk menilai suatu tindakan atau perilaku. Mengapa begitu? Karena moralitas mengacu pada kriteria nilai (values) yang memiliki implikasi takaran kualitatif seperti: baik-buruk, benar-salah, wajar-tidak wajar, pantas-tidak pantas. porno-tidak porno, dsb. Itulah sebabnya moralitas sering juga disebut sebagai code of conduct.
Oleh karena itu, moralitas akan menggejala pada perilaku seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung pasti memiliki akibat pada orang lain. Jika seseorang suka menumpuk harta dengan cara korupsi, tentu hal itu mempengaruhi pada kehidupan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan perbuatannya itu jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral. Sebaliknya jika seseorang dengan ikhlasnya membangun rumah singgah bagi anak-anak jalanan, atau dengan ikhlasnya menyumbangkan sebagian hartanya untuk membiayai pendidikan anak-anak miskin, tentu perbuatan itu memiliki pengaruh pada orang lain, baik langsung maupun tidak langsung, dan perbuatannya itu sungguh memiliki nitai moralitas yang tinggi.
Dalam perspektif sosial, moralitas seseorang menunjukan dirinya merupakan individu yang kongkrit, Oleh karena itu, perilaku resiprokal sangat penting bagi orang yang berada dalam tingkat moralitas ini. Dalam tingkatan moralitas ini kita sering menjumpai perilaku seseorang dengan penalaran yang menunjukkan perspektif sosial seperti: karena dia menyakiti saya. maka dia ganti saya sakiti; karena dia mencuri milik saya, maka saya juga berhak mencuri milik dia; karena orang-orang tertentu ada yang korupsi, mengapa kita tidak boleh korupsi?; karena dia nyontek, saya juga bisa nyontek; dsb. Pola berpikir moral seperti ini tentu bisa dilakukan secara kolektif yang kemudian mencerminkan suatu moralitas bangsa.
Oleh karena itu, para guru dan orang tua dituntut menjadi agen pembentukan perilaku dan karakter yang positif. Mereka harus menjadi model teladan bagi anak didiknya. Semua orang harus terlibat dalam proses pendidikan ini, tidak cukup di sekolah juga harus diterapkan di rumah dan lingkungan sosial.
Inilah yang menjadi tanggungjawan bersama. Ujian Nasional hanya contoh kecil ujian bagi anak didik kita. Yang terpenting, mereka selain dilatih untuk mampu menjawab berbagai soal ujian, juga mereka dilatih untuk menunjukan kejujuran dan optimismenya. Karena, merekalah yang akan menjadi penerus generasi bangsa ini, yang harus mewarisi nilai nilai yang luhur untuk membangun negeri yang kita cintai ini.
Prof. Suyanto, Ph.D.
0 comments: "Ujian Nasional dan Moralitas Bangsa"
Posting Komentar