Jumat, 31 Desember 2010

Mendiknas Simulasikan Nilai UN

Formula nilai akhir penentu kelulusan siswa sekolah menengah pertama (SMP) dan sederajat, serta sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat, ditetapkan dengan menggabungkan nilai mata pelajaran ujian nasional (UN) dengan nilai sekolah. Nilai akhir adalah pembobotan 60 persen nilai UN ditambah 40 persen nilai sekolah. Formula ini akan digunakan pada UN Tahun Pelajaran 2010/2011.

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menyampaikan hal tersebut pada jumpa pers akhir tahun di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Jakarta, Kamis (30/12). Mendiknas mengatakan, formula UN merupakan hasil kesepakatan bersama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) selaku penyelenggara UN dan atas rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat. "Kalau dulu UN sendiri dinilai hasilnya berapa. Kalau dia memenuhi 5,5 ke atas lulus. Pada 2011 dikombinasikan antara ujian yang dilakukan secara nasional, dengan prestasi atau capaian waktu dia sekolah kelas 1,2, dan 3," katanya.

Hadir pada acara tersebut Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, Sekretaris Jenderal Kemdiknas Dodi Nandika, WKS Inspektur Jenderal Kemdiknas Wukir Ragil, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiknas Djoko Santoso, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kemdiknas Baedhowi, Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdiknas Suyanto, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdiknas Mansyur Ramly, dan Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Hamid Muhammad.

Mendiknas mengatakan, syarat kelulusan lainnya adalah nilai tiap mata pelajaran minimal 4,00 dan tidak ada ujian ulangan. "Bagi yang tidak lulus dapat mengikuti Ujian Paket C untuk SMA," ujarnya.
Dia menjelaskan, seorang siswa sedikitnya harus meraih nilai 4 pada UN agar dapat lulus dengan syarat nilai ujian sekolahnya 8. Dengan menggabungkan kedua nilai tersebut maka nilai akhir diperoleh 5,6 di atas nilai minimal 5,5. "Kalau nilai ujian sekolah 7 belum lulus. Nilai aman UN adalah 6," katanya saat menyimulasikan nilai UN.

Mendiknas melanjutkan, berdasarkan hasil pemantauan berita selama 2010, UN menempati urutan pertama dari 10 isu pemberitaan pendidikan 2010. Dia menyebutkan, jumlah pemberitaan terkait UN sebanyak 1.899 (20,1%), disusul guru 974 (10,3%) berita, dan penerimaan peserta didik baru 537 (5,7%) berita. "Yang paling banyak urusan UN. Itu menunjukkan bahwa UN menjadi perhatian publik," katanya.

Mendiknas memaparkan, capaian kinerja 2010 dan program Kemdiknas 2011. Secara umum, kata Mendiknas, serapan anggaran Kemdiknas mencapai 89,29 persen per 27 Desember 2010. Adapun anggaran Kemdiknas pada 2011 Rp55,6 triliun. "Tidak ada pengurangan dari sisi anggaran. Alokasi BOS dikirim ke daerah," ujarnya.

Mendiknas menambahkan, sebanyak 20 persen anggaran APBN digunakan untuk fungsi pendidikan yang ada di 17 kementerian/lembaga. Mendiknas menyebutkan, anggaran fungsi pendidikan pada 2011 Rp243 triliun. Namun demikian, kata Mendiknas, anggaran tersebut tidak boleh digunakan untuk sekolah kedinasan seperti Akademi Kepolisian dan Akademi Militer. "Sekolah kedinasan tidak boleh memanfaatkan dana fungsi pendidikan," katanya.

Sumber : www.kemdiknas.go.id

READ MORE - Mendiknas Simulasikan Nilai UN

Selasa, 28 Desember 2010

Inilah Rumus Kelulusan antara Nilai UN dan Nilai Sekolah

Rumus KelulusanPemerintah dan Badan Standar Pendidikan Nasional telah siap dengan formula baru penilaian kelulusan siswa dari satuan pendidikan. Untuk itu, pelaksanaan ujian nasional tahun ajaran 2010/2011 hanya dilaksanakan satu kali pada bulan Mei 2011.
Ujian nasional (UN) utama untuk SMA/SMK digelar pada minggu pertama Mei 2011, sedangkan untuk SMP pada minggu kedua Mei 2011. Adapun UN susulan bagi mereka yang belum mengikuti UN utama dilaksanakan satu minggu kemudian. Pada tahun ini UN ulangan ditidakan. Adapun ujian sekolah diadakan sebelum pelaksanaan UN.
Demikian perubahan yang terungkap dalam sosialisasi kebijakan UN Tahun Pelajaran 2010/2011 yang dilaksanakan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) di Jakarta.
Kegiatan tersebut selain untuk mensosialisasikan juga meminta masukan soal perubahan UN dari dinas pendidikan kota/kabupaten dan perguruan tinggi.Pemerintah memnag telah memgang formula baru. Namun, sebelum ditetapkan secara resmi, pemerintah dan BSNP meminta masukan dari daerah apakah perubahan dalam pelaksanaan UN 2011 bisa diterima dengan baik.
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan dengan adanya formula baru yang mengevaluasi siswa secara komprhensif selama tiga tahun belajar, polemik UN yang muncul tiap tahun diharapkan bisa berhenti.
"Kita nantinya mesti lebih fokus pada apa yang perlu dikerjakan atau diperbaiki dari hasil UN," ujar Nuh.
Ketua BSNP Djemari Mardapi mengatakan penilaian kelulusan antara UN dan hasil belajar di sekolah tidak lagi saling memveto, namun bisa saling membantu. Untuk itu, penilaian UN digabung dengan nilai dari sekolah.
Kelulusan siswa dari sekolah dengan melihat nilai gabungan rencananya dipatok minimal 5,5. Nilai gabungan merupakan perpaduan nilai UN dan nilai sekolah untuk setiap mata pelajaran UN.
Rumus yang ditawarkan pemerintah untuk nilai gabungan = (0,6 x nilai UN) + (0,4 x nilai sekolah). Nilai sekolah dihitung dari nilai rata-rata ujian sekolah dan nilai rapor semester 3-5 untuk tiap mata pelajaran UN.
Nuh mengatakan bobot UN mesti lebih besar dari nilai sekolah untuk mengontrol hasil kelulusan. Pasalnya, dari data-data yang ada masih banyak sekolah yang me-mark up nilai siswa.
Dengan formula baru ini, rencananya akan dipatok nilai tiap mata pelajaran minimal 4,00. Integrasi nilai UN dan nilai sekolah ini diharapkan jadi pendorong untuk menganggap penting semua proses belajar sejak kelas 1 hingga kelas 3.
Adapun kriteria kelulusan ujian sekolah diserahkan kepada sekolah. Nilai sekolah merupakan nilai rata-rata dari ujian sekolah dan nilai rapor semester 3-5 setiap mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas Mansyur Ramli mengatakan penilaian kelulusan siswa tidak lagi hasil potret evaluasi sesaat. Penilaian dilakukan selama proses belajar siswa di sekolah.

Sumber : www.tribunnews.com

READ MORE - Inilah Rumus Kelulusan antara Nilai UN dan Nilai Sekolah

Tiga Skenario Rekrutmen Guru

Indonesia masih membutuhkan sedikitnya 200 ribu guru baru untuk menggantikan posisi guru yang memasuki masa pensiun, guru bidang studi baru, serta kebutuhan guru di daerah baru. Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) telah menyiapkan tiga skenario rekrutmen untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tiga skenario itu diproyeksikan untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh mengemukakan, kebutuhan guru jangka pendek dapat diatasi dengan merekrut lulusan S1/D4 yang berminat menjadi guru. "Kebutuhannya tiap tahun. Oleh karena itu, tidak mungkin mengandalkan dari awal, sehingga kita siapkan yang fresh graduate," kata Nuh seperti dikutip dari keterangan tertulis Kemdiknas, Selasa (23/11/2010). 
Para lulusan baru tersebut akan mengikuti pendidikan profesi selama dua semester atau satu tahun sebelum mengajar. Karena itu, Kemdiknas juga akan merintis pendidikan profesi bagi para guru baru pada 2011.
Skema kedua disiapkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan guru jangka menengah, yakni dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang duduk di semester V atau VI untuk menjadi guru. Para mahasiswa yang berminat menjadi guru bisa pindah jalur, sehingga tidak perlu lagi mengikuti pendidikan profesi satu tahun ketika lulus kuliah. "Jadi pendidikan profesi embedded, sudah melekat di situ," imbuh Nuh.
Terakhir, Kemdiknas menyiapkan kebutuhan guru untuk jangka panjang melalui pendidikan sarjana bagi lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat. Lazimnya, lama pendidikan sarjana untuk profesi guru adalah 4 hingga 5 tahun.
"Layaknya seperti pendidikan kedokteran, mereka yang masuk di fakultas kedokteran, 99 persen ingin menjadi dokter. Guru nanti juga begitu. Masuk di Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) atau jurusan lain memang mau menjadi guru," kata Nuh. 
Mulai 2011, Kemdiknas akan merintis delapan LPTK di perguruan tinggi untuk menyiapkan pendidikan bagi calon guru. Pada tahap awal, kedelapan LPTK tersebut direncanakan merekrut 1.000 lulusan SMA dan sederajat. Selama mengikuti pendidikan, mereka akan diasramakan. "Sekarang kita lengkapi asramanya khusus bagi calon guru," ujar Nuh.
Hari ini Nuh juga membuka Seminar Guru Nasional 2010 di Kemdiknas, Jakarta. Hadir dalam seminar tersebut, Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Kemdiknas Baedhowi, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemdiknas Djoko Santoso, Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Kemdiknas Hamid Muhammad, dan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo.

Sumber : www. okezone .com

READ MORE - Tiga Skenario Rekrutmen Guru

Pengaktifan Otak Tengah Bangkitkan Kecerdasan Anak

Sebuah pendekatan tergolong baru dan fenomenal dalam dunia pendidikan dengan metode aktivasi otak tengah untuk membangkitkan kecerdasan anak terus dikenalkan kepada para orang tua.
Untuk pertama kalinya metode yang dikembangkan Sekolah Anak Jenius yang berkantor di Malang, Jawa Timur, itu diperkenalkan di Denpasar, Bali. Para orang tua dari berbagai kalangan mulai wartawan hingga pejabat, langsung merespons dengan mengajak anak-anak mereka mencoba mengikuti training selama dua hari, sejak Minggu (26/12/2010) kemarin.
"Kami menggunakan pendekatan lewat pengaktifan otak tengah untuk meningkatkan daya ingat dan memori anak," kata Ahmad Affandy, trainer pengaktifan otak anak disela-sala training di sebuah Hotel di Denpasar.
Affandy menjelaskan, metode belajar yang diterapkan kepada anak adalah metode aktivasi otak tengah. Biasanya metode tersebut diterapkan pada anak usia 5 hingga 15 tahun, sebab pada usia ini dinilai tepat saat anak berada pada masa perkembangan.
Dia menjelaskan, dalam motode ini, anak-anak lebih banyak diajak belajar dengan sistem bermain, sehingga mereka senantiasa dalam suasana senang dan gembira yang memungkinkan untuk lebih mudah membangkitkan daya ingatnya.
Dikatakan, inti dari pendekatan tersebut adalah memasukkan hal-hal tentang pengembangan diri agar anak-anak bisa berkembang secara optimal. Mereka dilatih berkonsentrasi dengan cara matanya ditutup dengan kain, untuk melakukan sesuatu seperti berjalan dengan banyak rintangan hingga menggambar.
Dalam pelatihan yang diikuti sembilan anak SD dan SMP itu, mereka belajar bagaimana mengotimalkan indera penciuman, peraba untuk mengenali barang atau sesuatu, termasuk untuk membedakan warna.
Dari pelatihan dengan metode tersebut, mereka mengaku lebih mudah berkonsentrasi dalam mengerjakan sesuatu seperti menulis, menggambar hingga mengidentifikasi suatu benda.
"Ketika otak sudah diaktifkan, anak-anak lebih mudah berkonsentrasi, bahkan muncul fenomena dalam diri mereka yang berbeda-beda, misalkan melihat kartu, gambar, warna bola dengan mata tertutup," ucap Affandy.
Metode yang dilakukan secara ilmiah tersebut lebih menitikberatkan pada motivasi, penciptaan kondisi nyaman dan menyenangkan bagi anak, senam otak serta kolaborasi peralatan elektronik dan gelombang suara.
Salah seorang siswa kelas III SMP yang mengikuti training itu mengakui meski awalnya banyak melakukan kesalahan, namun kini ia mampu lebih berkosentrasi dan memaksimalkan indera penciuman.
"Saya senang sekali, sekarang mulai bisa membedakan warna tidak dengan cara melihat namun dengan mencium dan meraba benda itu," ujar Wira yang anak seorang wartawan di Denpasar.

Sumber : www.Okezone.com

READ MORE - Pengaktifan Otak Tengah Bangkitkan Kecerdasan Anak

Sabtu, 04 Desember 2010

Mendiknas Siapkan UN Baru

JAKARTA – Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) memastikan segera ada formula baru sistem ujian nasional (UN) yang akan ditawarkan kepada Komisi X DPR.
Mendiknas M Nuh menyatakan, formula baru UN akan disampaikan tepat waktu pada rapat kerja dengan Panitia Kerja UN DPR mendatang. Dia juga memastikan konsep baru tersebut tidak akan menimbulkan kontroversi bagi sekolah dan orang tua. “Kita tunggu saja formulanya. Kita siapkan secara komprehensif,” katanya di Jakarta kemarin. Menurut M Nuh, pihaknya bersama Panja UN DPR akan membahas bersama-sama dalam rapat kerja pekan depan.
Salah satunya menyangkut mekanisme kelulusan siswa yang selama ini hanya terpaku pada hasil UN. Mantan Rektor ITS ini menegaskan, ke depan pemerintah tidak dapat berjalan sendiri lagi dalam penetapan UN ini. “Karena itu, kami akan bertemu Komisi X,” ujarnya. Selain itu, pihaknya juga akan membahas teknis pengawasan UN agar kebocoran soal dan kecurangan semakin minim sehingga perlu dilibatkan pemangku kepentingan lainnya misalnya kalangan perguruan tinggi.
Mantan menteri komunikasi dan informatika ini juga menegaskan tentang perlunya pelaksanaan UN. Menurut dia, putusan Mahkamah Agung(MA) beberapa waktu lalu menyatakan bahwa UN tidak melanggar hak anak. “Anak jangan dimanjakan. Kalau tidak ada UN, mau jadi apa anak Indonesia,” lugasnya. Kepada pihak yang selama ini menolak ada UN ataupun mengancam untuk memangkas anggaran pendidikan jika UN tetap dilaksanakan, Mendiknas meminta mereka untuk berpikir dengan nalar akademik.
Dia tidak mau berkonfrontasi dengan pandangan yang menolak karena alasan nonakademik. Sementara itu, Ketua Panja UN DPR Rully Chairul Azwar mengatakan, kesimpulan akhir untuk pelaksanaan UN tahun ini memang belum bulat. Tetapi, keinginan untuk memperbaiki UN guna mengakomodasi keinginan masyarakat harus tetap dilakukan. Faktor kejujuran dalam pelaksanaan UN juga masih dipertanyakan banyak kalangan. “Adanya kebocoran dan kecurangan akan sangat berpengaruh pada kredibilitas UN dan mutu pendidikan nasional,” katanya.
Karena itu, dalam panja muncul wacana untuk membuat soal UN hingga 20 jenis yang berbeda dengan bobot kesulitan yang sama. Langkah ini dilakukan untuk meminimalisasi kecurangan yang terjadi saat pelaksanaan UN. Sebelumnya Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendiknas Mansyur Ramli mengaku hingga saat ini Kemendiknas belum mempunyai formulasi final untuk UN tahun depan lantaran masih harus dikaji apakah kombinasi nilai UN dengan rapor itu bisa dilakukan dan tidak memveto.
Selain itu, pihaknya juga masih mengkaji peraturan perundangan tentang kelulusan UN dan ujian akhir sekolah. DPR memberikan tenggat waktu sampai Rabu (8/12/2010) pekan depan kepada Kemendiknas untuk menyerahkan draf formula baru tersebut. Jika itu belum selesai, Panja DPR akan merekomendasikan pembatalan pelaksanaan UN tahun depan.
Panja UN mengusulkan agar UN bukan menjadi penentu kelulusan siswa. Untuk itu, ada empat persyaratan yang harus dipenuhi jika UN tetap dilaksanakan di antaranya hasil UN tidak bisa memveto atas kelulusan, digelar sesuai peraturan perundangan, mampu meningkatkan mutu pendidikan, dan tidak timbul kecurangan.(Koran SI/Koran SI/mbs)

Sumber: Okezone

READ MORE - Mendiknas Siapkan UN Baru

Jumat, 26 November 2010

Selamat Hari Guru, dan Jadilah Guru Profesional yang Berkarakter

Setiap tanggal 25 November 2010, para guru berulang tahun. Ulang tahun yang usianya sama dengan ulang tahun kemerdekaan negera republik Indonesia. Artinya, sudah 65 tahun perayaan ulang tahun guru rutin setiap tahun diselenggarakan. Kebetulan tanggal itu adalah tanggal di mana Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dibentuk. Tentu kita berharap banyak kepada organisasi PGRI di hari ulang tahunnya yang ke-65 ini.

Dengan usianya yang sudah masuk usia manusia lanjut usia (manula), seharusnya PGRI sudah semakin bijaksana, dan mampu menjalankan program kerjanya yang berpihak kepada peningkatan kinerja guru untuk menjadi guru profesional. Bukan hanya profesional, tetapi juga berkarakter. Sebab guru yang berkarakter akan mampu menularkan karakter yang baik kepada para peserta didiknya.  Bila guru tak memiliki karakter yang baik, maka akan jadi apa para peserta didiknya kelak. Bisa jadi, gayus-gayus baru akan bermunculan di negeri ajaib ini.

Hal itulah yang terjadi saat ini. Korupsi begitu merajalela. Kejujuran dan Kepedulian nampaknya menjadi sesuatu yang langka dimiliki oleh para pendidik. Demi sebuah prestise menjadi guru profesional, banyak oknum guru yang  menanggalkan kejujurannya, hanya demi selembar sertifikat guru profesional. Kepedulian kepada sesama gurupun sudah mulai pudar, di mana kolaborasi guru dalam melakukan kegiatan ilmiah seolah-olah hilang ditelan bumi. Hanya sedikit sekali guru yang mampu membuat dan menulis karya tulisnya sendiri.

Terungkapnya kasus plagiasi 1.700 guru di Riau menunjukkan sebagian kecil dari kecurangan dalam memenuhi portofolio sertifikasi guru. Banyak masyarakat yang merisaukan aneka pelanggaran itu, tetapi program sertifikasi terus saja melaju atas nama pemenuhan amanat peraturan perundang-undangan. Kita pun hanya bisa mengurut dada, sebab kasus plagiasi masih terus terjadi, dan itu masih dilakukan oleh mereka yang bernama guru.

Tentu kita berharap ada perbaikan terus menerus dalam sistem sertifikasi guru yang menguntungkan para guru itu sendiri. Sebab tujuan sertifikasi itu sendiri sangat mulia, di mana harkat dan martabat guru ditingkatkan dan profesi guru diakui sama dan sejajar dengan profesi lainnya. Di samping kesejahteraan guru ditingkatkan, profesionalisme guru juga diperhatikan oleh pemerintah.

PGRI sebagai induk organisasi yang mengayomi para guru, harus mampu berkiprah lebih baik lagi dalam melaksanakan program kerjanya. Sebab sampai saat ini, PGRI terkesan hanya milik elit tertentu, dan pengurusnya kurang membumi. Sehingga wajar banyak guru yang tak merasa memiliki induk organisasi seperti PGRI. Bahkan terdengar kabar ada pengurus PGRI yang tak mau dilengserkan padahal kinerjanya sama sekali tak ada.

Mereka-mereka yang tak puas degan kinerja PGRI akhirnya membentuk organisasi baru yang dibentuk bukan untuk menyayingi PGRI, tetapi menjadi mitra PGRI agar kualitas dan kompetensi guru menjadi lebih baik lagi dengan mengadakan berbagai pelatihan guru. Di antara organisasi itu adalah Ikatan Guru Indonesia (IGI) yang diketuai oleh Satria Darma dengan sekjennya Mohammad Ihsan.

IGI telah mampu membuktikan diri untuk terus menerus meningkatkan profesionalisme guru, dan menjadikan guru berkarakter. Semua program kerja IGI telah didukung oleh kementrian pendidikan nasional, disambut baik oleh menteri pendidikan nasional, Prof. Dr. Moh. Nuh.

Sebagai seorang guru, tentu saya banyak terlibat dalam kegiatan IGI ini, dan saya merasakan benar kehadiran IGI telah membawa warna baru bagi dunia pendidikan kita, khususnya dalam meningkatkan kompetensi guru agar mampu profesional di bidang mata pelajaran yang diampunya.

Hal ini tentu membuat para guru senang, dan berbondong-bondong untuk hadir dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh IGI. Hampir setiap kegiatan yang dilakukan oleh IGI selalu ramai dipenuhi oleh para guru, dan mereka sangat antusias  dengan program-program IGI yang berpihak kepada peningkatan mutu pembelajaran.

Akhirnya, saya ucapkan selamat hari ulang tahun buat para guru di Indonesia. Jadilah guru profesional yang berkarakter dan benahi karakter bangsa melalui pendidikan. Kita persiapkan generasi muda kita dengan pendidikan karakterr yang membawa peserta didik menjadi cerdas dan berakhlak mulia.

salam Blogger Persahabatan

Omjay

http://wijayalabs.com

READ MORE - Selamat Hari Guru, dan Jadilah Guru Profesional yang Berkarakter

Rabu, 24 November 2010

Berbagai Jenis Media Pembelajaran

Media pembelajaran banyak jenis dan macamnya. Dari yang paling sederhana dan murah hingga yang canggih dan mahal. Ada yang dapat dibuat oleh guru sendiri dan ada yang diproduksi pabrik. Ada yang sudah tersedia di lingkungan untuk langsung dimanfaatkan dan ada yang sengaja dirancang. Berbagai sudut pandang untuk menggolongkan jenis-jenis media.

Rudy Bretz (1971) menggolongkan media berdasarkan tiga unsur pokok (suara, visual dan gerak):

  1. Media audio
  2. Media cetak
  3. Media visual diam
  4. Media visual gerak
  5. Media audio semi gerak
  6. Media visual semi gerak
  7. Media audio visual diam
  8. Media audio visual gerak

Anderson (1976) menggolongkan menjadi 10 media:

  1. audio : Kaset audio, siaran radio, CD, telepon
  2. cetak : buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar
  3. audio-cetak : kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis
  4. proyeksi visual diam : Overhead transparansi (OHT), film bingkai (slide)
  5. proyeksi audio visual diam : film bingkai slide bersuara
  6. visual gerak : film bisu
  7. audio visual gerak : film gerak bersuara, Video/VCD, Televisi
  8. obyek fisik : Benda nyata, model, spesimen
  9. manusia dan lingkungan : guru, pustakawan, laboran
  10. komputer : CAI

Schramm (1985) menggolongkan media berdasarkan kompleksnya suara, yaitu: media kompleks (film, TV, Video/VCD,) dan media sederhana (slide, audio, transparansi, teks). Selain itu menggolongkan media berdasarkan jangkauannya, yaitu media masal (liputannya luas dan serentak / radio, televisi), media kelompok (liputannya seluas ruangan / kaset audio, video, OHP, slide, dll), media individual (untuk perorangan / buku teks, telepon, CAI).

Henrich, dkk menggolongkan:

  1. media yang tidak diproyeksikan
  2. media yang diproyeksikan
  3. media audio
  4. media video
  5. media berbasis komputer
  6. multi media kit.

Pada artikel ini, media akan diklasifikasikan menjadi media visual, media audio, dan media audio-visual.

A. MEDIA VISUAL

1. Media yang tidak diproyeksikan

  • Media realia adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang kelas, tetapi siswa dapat melihat langsung ke obyek. Kelebihan dari media realia ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa. Misal untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup, klasifikasi makhluk hidup, ekosistem, dan organ tanaman.
  • Model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang merupakan representasi atau pengganti dari benda yang sesungguhnya. Penggunaan model untuk mengatasi kendala tertentu sebagai pengganti realia. Misal untuk mempelajari sistem gerak, pencernaan, pernafasan, peredaran darah, sistem ekskresi, dan syaraf pada hewan.
  • Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal.
  • Jenis-jenis media grafis adalah: 1) gambar / foto: paling umum digunakan 2) sketsa: gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian pokok tanpa detail. Dengan sketsa dapat menarik perhatian siswa, menghindarkan verbalisme, dan memperjelas pesan. 3) diagram / skema: gambar sederhana yang menggunakan garis dan simbol untuk menggambarkan struktur dari obyek tertentu secara garis besar. Misal untuk mempelajari organisasi kehidupan dari sel samapai organisme. 4) bagan / chart : menyajikan ide atau konsep yang sulit sehingga lebih mudah dicerna siswa. Selain itu bagan mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari penyajian. Dalam bagan sering dijumpai bentuk grafis lain, seperti: gambar, diagram, kartun, atau lambang verbal. 5) grafik: gambar sederhana yang menggunakan garis, titik, simbol verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data kuantitatif. Misal untuk mempelajari pertumbuhan.

2. Media proyeksi

  1. Transparansi OHP merupakan alat bantu mengajar tatap muka sejati, sebab tata letak ruang kelas tetap seperti biasa, guru dapat bertatap muka dengan siswa (tanpa harus membelakangi siswa). Perangkat media transparansi meliputi perangkat lunak (Overhead transparancy / OHT) dan perangkat keras (Overhead projector / OHP). Teknik pembuatan media transparansi, yaitu: - Mengambil dari bahan cetak dengan teknik tertentu - Membuat sendiri secara manual
  2. Film bingkai / slide adalah film transparan yang umumnya berukuran 35 mm dan diberi bingkai 2X2 inci. Dalam satu paket berisi beberapa film bingkai yang terpisah satu sama lain. Manfaat film bingkai hampir sama dengan transparansi OHP, hanya kualitas visual yang dihasilkan lebih bagus. Sedangkan kelemahannya adalah beaya produksi dan peralatan lebih mahal serta kurang praktis. Untuk menyajikan dibutuhkan proyektor slide.

B. MEDIA AUDIO

  1. Radio, Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dan baru, masalah-masalah kehidupan dan sebagainya. Radio dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang cukup efektif.
  2. Kaset-audio Yang dibahas disini khusus kaset audio yang sering digunakan di sekolah. Keuntungannya adalah merupakan media yang ekonomis karena biaya pengadaan dan perawatan murah.

C. MEDIA AUDIO-VISUAL

  1. Media video Merupakan salah satu jenis media audio visual, selain film. Yang banyak dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, biasa dikemas dalam bentuk VCD.
  2. Media komputer Media ini memiliki semua kelebihan yang dimiliki oleh media lain. Selain mampu menampilkan teks, gerak, suara dan gambar, komputer juga dapat digunakan secara interaktif, bukan hanya searah. Bahkan komputer yang disambung dengan internet dapat memberikan keleluasaan belajar menembus ruang dan waktu serta menyediakan sumber belajar yang hampir tanpa batas.

Sumber data : http://edu-articles.com/berbagai-jenis-media-pembelajaran/

READ MORE - Berbagai Jenis Media Pembelajaran

Kamis, 18 November 2010

Contoh Proposal PTK IPA Fisika

PROPOSAL

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIFITAS PRAKTIKUM MATA PELAJARAN FISIKA DENGAN CARA SALING MENGAMATI PADA SISWA KELAS 8 MTs NEGERI 1 BANDUNG

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembelajaran ilmu Fisika pada siswa MTs memberikan suatu tantangan yang besar bagi para pengajarnya. Hal itu disebabkan oleh sebagian besar materi ilmu Fisika terdiri dari dari konsep-konsep yang abstrak yang harus diajarkan dalam waktu yang relatif singkat. Keterbatasan waktu juga menyebabkan pembelajaran beberapa konsep ilmu fisika mengacu pada transfer pengetahuan untuk mengejar target kurikulum. Selain itu sebagian besar guru pada prakteknya masih mengajar menggunakan metode ceramah. Transfer pengetahuan seperti ini tidak dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis dan menerapkan kecakapan hidup, siswa menjadi pasif, tidak termotivasi, dapat menimbulkan rasa membosankan dan menakutkan bagi siswa karena banyak rumus fisika dan konsep-konsep abstrak yang harus dihafalkan. Jika hal ini berlangsung terus menerus, tentu akan menurunkan kualitas proses dan hasil belajar fisika.

Hakekat IPA pada dasarnya menyangkut hasil dan proses (Rustaman, 1995). Kegiatan praktikum menurut Trowbridge &Bybee (1990 : 230-240) merupakan kegiatan yang berperan dalam mengembangkan ketrampilan proses siswa. Dengan demikian, kurang pelaksanaan praktikum di sekolah

Dengan melihat kenyataan yang demikian maka guru berusaha untuk menerapkan efektifitas praktikum pada siswa untuk saling mengamati pada proses pembelajaran fisika. Metode tersebut dipilih karena dapat meningkatkat kualitas proses dan hasil pembelajaran. Peningkatan kualitas proses dapat diamati dari meningkatnya partisipasi dan motivasi siswa dalam proses pembelajaran; sedangkan kualitas hasil belajar dapat diketahui dari adanya peningkatan rerata hasil belajar.

Berdasarkan beberapa kesulitan siswa memahami materi dan menerapkan konsep Fisika pada materi cahaya, maka metode eksperimen diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Oleh sebab itu, peneliti melakukan penelitian tentang :

“ Meningkatkan Efektifitas Praktikum Mata Pelajaran Fisika Dengan Cara Saling Mengamati Pada Siswa Kelas 8 Mts Negeri 1 Semarang ”.

C. IDENTIFIKASI MASALAH

Dari uraian latar belakang diatas dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :

Selengkapnya silakan download di sini

READ MORE - Contoh Proposal PTK IPA Fisika

Rabu, 17 November 2010

Contoh Proposal PTK Aqidah Akhlaq

PROPOSAL

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PENDEKATAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS AKTIVITAS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR AQIDAH AKHLAK SlSWA KELAS VII SEMESTER I MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 3 PONDOK PINANG JAKARTA SELATAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fakta dilapangan menunjukkan bahwa banyak siswa kelas VII M.Ts Negeri 3 Pondok Pinang bersikap pasip ketika berlangsung pembelajaran dikelas. Selama pembelajaran berlangsung siswa menjadi pendengar yang baik. Ketika guru mejelaskan materi pelajaran kebanyakan mereka diam. Demikianpun ketika guru memberikan pertanyaan, sebagian besar siswa diam tanpa komentar. Apalagi ketika guru meminta agar siswa bertanya, merekapun diam. Fakta ini dilatar belakangi karena siswa kurang diberikan strategi pembelajaran yang memadai. Oleh sebab itu dalam proses pembelajaran di sekolah dibutuhkan kreativitas dan keaktifan seorang pengajar dalam membuat strategi belajar mengajar semenarik mungkin sehingga menimbulkan motivasi belajar siswa khususnya materi aqidah akhlak.

Sehagaimana dijelaskan diatas bahwa proses belajar yang menarik dan aktif adalah keinginan setiap praktisi pendidikan. Seorang guru dalam sebuah proses belajar mengajar dituntut untuk menggunakan berbagai metode yang menarik untuk menciptakan proses belajar yang kondusif. Salah satu metode yang menarik dalam proses belajar mengajar adalah metode pendekatan aktivitas, dimana dalam prosesnya lebih mengedepankan atau berpusat pada keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar (Student Center). Dengan pembelajaran yang lebih menekankan pada keaktifan siswa (Student Activity) diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar yang pada akhirnya juga diikuti dengan hasil atau prestasi belajar sesuai dengan tujuan pendidikan.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan menekankan pada aktivitas siswa perlu dilaksanakan secara terus menerus. Hal ini dapat dilakukan apabila pola interaksi antara guru dan siswa terjalin dengan baik. Namun hal lain yang juga sangat penting dalam melaksanakan kegiatan tersebut demi meningkatkan motivasi belajar dan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar adalah kemampuan guru dalam merencanakan suatu proses kegitan belajar mengajar sehingga tercapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti termotivasi untuk melakukan sebuah penelitian tindakan kelas dengan berfokus pada peningkatan motivasi belajar siswa dalam bidang aqidah akhlak melalui kegiatan pembelajaran berbasis aktivitas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penetiti dapat merumuskan beberapa focus penelitian sebagai berikut :

1. Apakah pendekatan berbasis aktivitas dapat menumbuhkan motivasi belajar aqidah akhlak pokok bahasan sifat-sifat Allah pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang kelas VII pada semester I tahun pelajaran 2009/2010 ?

2. Bagaimana dampak kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan berbasis aktivitas pada mata pelajaran aqidah akhlak pokok bahasan sifat-sifat Allah pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang kelas VII- A pada semester I tahun pelajaran 2009/2010 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan :

1. Tingkat Pendekatan berbasis aktivitas dalam menumbuhkan motivasi belajar aqidah akhlak pokak bahasan sifat-sifat Allah pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang kelas VII pada semester I tahun pelajaran 2009/2010.

2. Tingkat dampak kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan berbasis aktivitas dalam pembelajaran bidang aqidah akhlak pokok bahasan sifat-sifat Allah pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang kelas VII pada semester I tahun pelajaran 2009/2010.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi khazanah keilmuan :

1) Secara teoritis, penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat menghasilkan temuan-temuan mengenai strategi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan berbasis aktivitas pada mata pelajaran aqidah akhlak khususnya pada pokok bahasan sifat-sifat Allah pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang kelas VII pada semester I tahun pelajaran 2009/2010.

2) Secara praktis, penelitian tindakan kelas ini bisa bermanfaat bagi :

a. Guru Madrasah Tsanawiyah

Menambah wawasan dan pengetahuan dalam meningkatkan kualitas pendidikan bidang aqidah akhlak pada siswa kelas V1I semester I Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Pondok Pinang melalui implementasi strategi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan berbasis aktivitas, dan pada MTs umumnya.

b. Siswa Madrasah Tsanawiyah

Untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dengan menggunakan pendekatan berbasis aktivitas khususnya materi Aqidah Akhlak

c. Lembaga Madrasah Tsanawiyah

Sebagai satu masukan atau solusi untuk mengetahui hambatan dan kelemahan penyelenggaraan pembelajaran serta sebagai upaya untuk memperbaiki dan mengatasi masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi di kelas, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dengan harapan akan diperoleh hasil prestasi yang optimal demi kemajuan lembaga sekolah.

d. Mapenda Dep. Agama Kota Jakarta Selatan

Sebagai masukan dalam pelaksanaan proses pembelajaran agar mengikuti, memperhatikan, dan menerapkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, sehingga kelemahan pelaksaan dalam proses belajar mengajar di lapangan pendidikan dapat diperbaiki sesuai dengan rekomendasi dari hasil - hasil penelitian tindakan kelas.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Motivasi Belajar Aqidah akhlak

1. Pengertian Motivasi

Istilah motivasi berasal dari kata latin "movere" yang artinya bergerak (Stresser, 144t). Adapun pengertian mengenai motivasi menurut para ahli, antara lain : menurut Teaven dan Smith (146) konstruksi yang mengaktifkcan dan mengarahkan prilaku dengan memberi dorongan atau daya pada organisme untuk melakukan suatu aktivitas. Menurut Chauhan (14?8) motivasi adalah suatu proses yang menimbulkan aktivitas pada organisme sehingga terjadi suatu prilaku. Wordworth (Petri, 1481; Franken, 1982) r-nengggunakan istiiah Drive rtau mativasi adalah suatu kanstruksi dengan tiga karakteristik yaitu intensitas, arah dan persisten. Artinya motfvasi dengan intensitas yang e,ukup akan memberikan arah kepada individu untuk melakukan sesuatu secara tekun dan secara terus menerus (Djalali, 2001). Menurutnya motivasi digelongkan menjadi tiga hagian, pertama, Orgcrraik needs (kebutuhan vital, seperti : makan, minum, dan lain­lain). Kedua, Emergency motives, ditirnbulkan karena suatu kebutuhan yang harus terpenuhi dan tergantung pula pada keadaan lingkungan. Ketiga, Objectives motives dan interest (L3akir, 1993). Menurut Eysenk dan kazvan­katuan motivasi dirumuskan sebagai suatu proses yang menentukan suatu tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia, merupakan konsep yang rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep seperti minat, bakat, konsep diri, sikap dan sebagainya. Menurut Maslow (1943, 1970) motivasi suatu proses tingkah laku manusia yang dibangkitkan dan diarahkan oleh kebutuhan tertentu seperti harga diri diantaranya (Slameto, 2003). David McClelland, Abraham Maslow, Wan dan Brown seperti dikutip oleh Wahjosumidjo (1983), bahwa motivasi adalah suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan kepuasan yang terjadi pada diri seseorang (Kosasih, 2004). Sedangkan menurut McDonald motivasi ialah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afek-tif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dilihat dari komponennya motivasi memiliki dua komponen, yaitu : komponen dalam (Inner Component) dan komponen luar (Outer Component). Komponen dalam ialah perubahan di dalam diri seseorang, keadaan tidak puas, ketegangan atau kecemasan psikologis (Anxiety Of Psychology). Komponen luar adalah apa yag di inginkan seseorang, tujuan yang menjadi arah perbuatannya (Hamalik, 2002).

Serdasarkan beberapa pendapat dari para ahli diatas penulis menyimpulkan bahwa motivasi belajar aqidah akhlak adalah suatu kekuatan (Power), tenaga (Forces), serta daya (Energy), atau suatu keadaan yang sangat kompleks (A Complex State) dan kesiapsedian (Preparatory Set), dalam diri ir.dividu untuk bergerak (To A-love, Alotion, Motive) kearah tujuan tertentu, baik disadari atau tidak disadari dan dalam hal ini mengenai semua aspek dalam bidang aqidah akhlak. Motivasi tersebut timbul dan tumbuh dari dalam diri individu (Instrinsik) dan dari luar diri individu (Ekstrin,sik)

2. Jenis - Jenis Motivasi

Salah satu fungsi pengajaran adalah memberikan motivasi kepada siswa agar mereka bisa melaksanakan tugas - tugasnya dengan sebaik mungkin secara efektif dan produktif. Adapun mengenai motivasi terbagai menjadi dua macam, yaitu : motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.

a. Motivasi Instrinsik (Instrinsic Motivation)

Motivasi Instrinsik adalah motif - motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain motivasi intrinsik adalah motivasi atau dorongan yang timbul dari dalam diri siswa sendiri, misalnya keinginan untuk mendapatkan keterampilan tertentu, keinginan untuk beramal, keinginan untuk menguasai nilai - nilai yang terkandung dalam pelajaran yang diajarkan, bukan karena keinginan lain seperti mendapat pujian, hadiah, nilai yang tinggi, dan lain sebagainya.

b. Motivasi Ekstrinsik (Ekstrinsic Motivation)

Motivasi ekstrinsik merupakan kebalikan dari motivsi instrinsik. Motivsi ekstrinsik adalah dorongan yang aktif yang muncul karena adanya faktor perangsang dari luar, misalnya diakui, dipuji, diberi hadiah, dicela, dan sebagainya semuanya berpengaruh terhadap sikap dan prilaku siswa dalam proses belajar mengajar.

Bila seseorang telah memiliki motivasi instrinsik dalam dirinya, maka ia secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivsi dari luar dirinya. Dalam ak-tivitas belajar, motivasi instrinsik sangat dibutuhkan. Seseorang yang tidak memiliki motivasi instrinsik sulit sekali melakukan ak-tivits belajar secara terus menerus. Perlu ditegaskan, bahwa anak didik yang memiliki motivasi instrinsik cenderung akan menjadi orang yang terdidik, berpengetahuan, memiliki keahlian tertentu dan gemar belajar.

b. Motivasi Ekstrinsik (Ekstrinsic Motivation)

Motivasi ekstrinsik meraapakan kebalikan dari motivasi instrinsik. Motivsi ekstrinsik adalah dorongan yang aktif yang muncul karena adanya faktor perangsang dari luar, misalnya diakui, dipuji, diberi hadiah, dicela, dan sebagainya semuanya berpengaruh terhadap sikap dan prilaku siswa dalam proses belajar mengajar. Motivasi ekstrinsik bukan berarti motivsi

yang tidak diperlukan dan tidak baik dalam pendidikan. Motivsi ekstrinsik diperlukan agar anak didik mau belajar. Berbagai macam cara bisa dilakukan agar anak didik termotivasi untuk belajar. Guru yang berhasil adalah guru yang bisa membangkitkan minat siswa. Karena itu, guru harus bisa dan pandai menggunakan motivasi ekstrinsik ini dengan akurat dan benar dalam menunjang proses interaksi edukatif di kelas (Djamarah, 2QQ2).

3. Prinsip- Prinsip Motivasi

Beberapa prinsip motivasi yang dapat dijadikan pedoman dalam proses belajar mengajar, antara lain :

a. Prinsip Kompetisi

prinsip kompetisi adalah persaingan secara sehat, baik inter maupun antar pribadi. Kompetisi inter pribadi (Self Competition) adalah kompetisi dalam diri pribadi masing-masing dari tindakan atau unjuk kerja dalam dimensi tempat dan waktu. Sedangkan kompetisi antar pribadi adalah persaingan antara individu yang satu dengan yang lain. Dengan adanya persaingan yang sehat, dapat ditimbulkan motivasi untuk bertindak secara lebih baik. Salah satu bentuk misainya perlombaan karya tulis, lomba menjadi sisura teladan, lomba keterampilan dan lain sebagainya. Kompetisi juga dapat dilakukan antar sekolah untuk mendorong siswa melakukan berbagai upaya unjuk kerja belajar yang baik.

b. Prinsip Pemacu

Dorongan untuk melakukan berbagai tindakan akan terjadi apabila ada pemacu tertentu. Pemacu ini dapat berupa informasi, nasehat, amanat, percontohan, dan lain-lain. Dalam hal ini motif teratur untuk mendorong agar selalu melakukan berbagai tindakan dan unjuk kerja melalui konsultasi pribadi, nasehat atau amanat dalam upacara, ceramah keagamaan, bimbingan, pembinaan, dan lain sebagainya.

c. Prinsip ganjaran dan hukuman

Ganjaran yang diterima seseorang dapat meningkatkan motivasi untuk melakukan sesuatu yang menimbulkan ganjaran itu. Setiap unjuk kerja yang baik apabila diherikan sebuah reward yang memadai cenderung akan menimbulkan motivasi. Misalnya pemberian hadiah kepada siswa yang berprestasi. Selain prinsip ganjaran, prinsip hukuman juga dapat menimbulkan motivasi siswa untuk tidak lagi melakukan tindakan yang menyebabkan hukuman itu. Hal yang harus diterapkan secara proporsional dan benar-benar dapat memberikan motivasi.

d. Prinsip Kejelasan Dan Kedekatan Tujuan

Makin jelas dan makin dekat suatu tujuan, maka makin mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. Sehubungan dengan prinsip ini, maka seyogyanya setiap siswa memahami tujuan belajarnya secara jelas.

Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan suatu tujuan dari tindakan yang diharapkan. Cara lain adalah dengan membuat tujuan-tujuan yang masih umum dan jauh menjadi tujuan yang khusus dan lebih dekat.

e. Pemahaman Hasil

Dalam uraian diatas, teiah dikemukakan bahwa hasil yang dicapai seseorang merupakan balikan dari apa yang telah dilakukannya, dan itu semua dapat memberikan motivasi untuk melakukan tindakan selanjutnya. Perasaan sukses yang ada pada diri seseorang akan mendorongnya untuk selalu memelihara dan meningkatkan kerja agar terus menjadi lebih baik lagi. Pengetahuan tentang balikan, memiliki kaitan erat dengan kepuasan yang dicapai. Sehubungan dengan hal tersebut, para pengajar seyogyanya selalu memberikan balikan kepada setiap unjuk kerja yang telah dihasilkan oleh setiap siswa. Misalnya mengembalikan tugas-tugas yang telah dibuat siswa dengan nilai dan komentarnya. Umpan balik (Feedback) seperti ini akan sangat bermanfaat untuk mengukur derajat hasil belajar yang telah dihasilkan untuk keperluan perbaikan dan peningkatan selanjutnya. Para siswa hendaknya selalu dipupuk untuk memiliki rasa sukses dan terhindar dari berkembangnya rasa gagal.

f. Pengernbangan Minat

Minat dapat diartikan sebagai rasa senang atau tidak senang dalam menghadapi suatu objek. Prinsip dasarnya adalah motivasi seseorang cenderung akan meningkat apabila yang bersangkutan memiliki minat yang besar dalam melakukan tindakannya. Dalam hubungan ini motivasi dapat dilakukan dengan jalan menimbulkan atau mengemhangkan minat siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Dengan demikian siswa akan memperoleh kepuasan dan unjuk kerja yang baik. Pada akhimya dapat menumbuhkan motivasi belajar secara efektif dan produktif.

g. Lingkungan Yang Kondusif

Lingkungan kerja yang kondusif, baik lingkungan fisik, sosial, maupun psikologis, dapat menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk bekerja dengan baik dan produktif. Untuk itu dapat diciptakan lingkungan fisik yang sebaik mungkin, misalnya kebersihan ruangan, tata letak, fasilitas, dan sebagainya. Demikian pula lingkungan sosial­psikalagis seperti hubugan antar pribadi, kehidupan kelompok, kepimimpinan, promosi, bimbingan, kesempatan untuk maju, kekeluargaan dan sebagainya.

h. Keteladanan

Prilaku guru secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap prilaku murid yang sifatnya positif maupun negatif. Prilaku guru dapat meningkatkan motivasi belajar. Sehubungan dengan itu, maka sangat diharapkan agar prilaku guru dapat menjadi sumber keteladanan bagi para siswanya. Dengan contoh-contoh yang dapat diteladani, para siswa dapat lebih meningkatkan produktivitas belajar mereka.

Sehubungan dengan hal diatas, ada beberapa prinsip belajar dan motivasi yang disampaikan oleh Hamalik (2002), agar mendapatkan perhatian dari pihak perencana pengajaran khususnya dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar.

Prinsip tersebut dapat digunakan oleh pendidik dalam

peningkatan motivasi peserta didik dalam mengikuti belajar mengajar, sehingga didapatkan prestasi belajar yang optimal, diantaranya: 1) Kebermaknaan. Suatu bidang studi akan lebih bermakna bagi siswa apabila guru herusaha menghubungkannya dengan pengalaman yang mereka miliki sebelumnya (masa lampau). Sesuatu yang menarik minat dan bernilai tinggi bagi siswa berarti bermakna baginya. Oleh sebab itu guru hendaknya berusaha menyesuaikan pelajaran dengan minat para siswanya, dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa berperan serta memilih. 2) Modelling. Siswa akan suka memperoleh tingkah laku baru bila disaksikan dan ditirunya. Pelajaran akan lebih mudah dihayati dan diterapkan oleh siswa jika guru mengupayakan

mengajarkan dalam bentuk tingkah laku model, bukan hanya dengan mencerahkan atau menceritakan secara lisan. Dengan model tingkah laku itu, siswa dapat mengamati dan menirukan apa yang diinginkan oleh guru. 3) Komunikasi Terbuka. Siswa lebih suka belajar apabila penyajian terstruktur supaya pesan-pesan guru terbuka terhadap pengawasan siswa. 4) Prasyarat. Apa yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya mungkin merupakan faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Karena itu hendaknya guru berusaha mengetahui atau mengenali prasyarat- prasyarat yang telah mereka miliki. Siswa yang berada dalam kelompok yang bersyarat akan mudah mengamati hubungan antara pengetahuan yang sederhana yang telah mereka miliki dengan pengetahuan yang kompleks yang akan dipelajari. 5) Novelty. Siswa akan lebih senang belajar bila perhatiannya ditarik oleh penyajian-penyajian yang baru (Novelty) atau masih asing. 6) Latihan atau Praktik yang Aktif dan Bermanfaat. Praktik secara aktif berarti siswa mengerjakan sendiri, bukan mendengarkan ceramah dan mencatat pada buku tulis. 7) Latihan Terbagi. Siswa lebih senang belajar, jika latihan di bagi menjadi sejumlah kurun waktu yang pendek. Latihan yang demikian akan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar dibandingkan dengan latihan yang dilakukan sekaligus dalam jangka waktu yang panjang. 8) Kurangi secara sistematis Paksaan belajar. Akan tetapi bagi siswa yang sudah mulai menguasai pelajaran, maka secara sistematis pemompaan itu dikurangi dan akhirnya siswa dapat belajar sendiri. 9) Kondisi yang menyenangkan. Siswa akan lebih senang melanjutkan belajarnya jika kondisi pengajarannya menyenangkan.

3. Prinsip- Prinsip Motivasi

Beberapa prinsip motivasi yang dapat dijadikan pedoman dalam proses belajar mengajar, antara lain :

a. Prinsip Kompetisi

Prinsip kompetisi adalah persaingan secara sehat, baik inter maupun antar pribadi. Kompetisi inter pribadi (Self Competition) adalah kompetisi dalam diri pribadi masing-masing dari tindakan atau unjuk kerja dalam dimensi tempat dan waktu. Sedangkan kompetisi antar pribadi adalah persaingan antara individu yang satu dengan yang lain. Dengan adanya persaingan yang sehat, dapat ditimbulkan motivasi untuk bertindak secara lebih baik.

b. Prinsip Pemacu

Dorongan untuk melakukan berbagai tindakan akan terjadi apabila ada pemacu tertentu. Pemacu ini dapat berupa informasi, nasehat, amanat, percontohan, dan lain-lain. Dalam hal ini motif teratur untuk mendorong

agar selalu melakukan berbagai tindakan dan unjuk kerja melalui konsultasi pribadi, nasehat atau amanat dalam upacara, ceramah keagamaan, bimbingan, pembinaan, dan lain sebagainya.

c. Prinsip ganjaran dan hukuman

Ganjaran yang diterima seseorang dapat meningkatkan motivasi untuk melakukan sesuatu yang menimbulkan ganjaran itu. Setiap unjuk kerja yang baik apabila diberikan sebuah reward yang memadai cenderung akan menimbulkan motivasi. Misalnya pemberian hadiah kepada siswa yang berprestasi. Selain prinsip ganjaran, prinsip hukuman juga dapat menimbulkan motivasi siswa untuk tidak lagi melakukan tindakan yang menyebabkan hukuman itu.

d. Prinsip Kejelasan Dan Kedekatan Tujuan

Makin jelas dan makin dekat suatu tujuan, maka makin mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. Sehubungan dengan prinsip ini, maka seyogyanya setiap siswa memahami tujuan belajarnya secara jelas.

Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan suatu tujuan dari tindakan yang diharapkan.

e. Pemahaman Hasil

Dalam uraian diatas, telah dikemukakan bahwa hasil yang dicapai seseorang merupakan balikan dari apa yang telah dilakukannya, dan itu semua dapat memberikan motivasi untuk melakukan tindakan selanjutnya. Perasaan sukses yang ada pada diri seseorang akan mendorongnya untuk selalu memelihara dan meningkatkan kerja agar terus menjadi lebih baik

lagi. Pengetahuan tentang balikan, memiliki kaitan erat dengan kepuasan yang dicapai. Sehubungan dengan hal tersebut, para pengajar seyogyanya selalu memberikan balikan kepada setiap unjuk kerja yang telah dihasilkan oleh setiap siswa. Misalnya mengembalikan tugas-tugas yang telah dibuat siswa dengan nilai dan komentarnya. Umpan balik (Feedback) seperti ini akan sangat bermanfaat untuk mengukur derajat hasil belajar yang telah dihasilkan untuk keperluan perbaikan dan peningkatan selanjutnya.

f. Pengernbangan Minat

Minat dapat diartikan sebagai rasa senang atau tidak senang dalam menghadapi suatu objek. Prinsip dasarnya adalah motivasi seseorang cenderung akan meningkat apabila yang bersangkutan memiliki minat yang besar dalam melakukan tindakannya. Dalam hubungan ini motivasi dapat dilakukan dengan jalan menimbulkan atau mengemhangkan minat siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Dengan demikian siswa akan memperoleh kepuasan dan unjuk kerja yang baik. Pada akhimya dapat menumbuhkan motivasi belajar secara efektif dan produktif.

g. Lingkungan Yang Kondusif

Lingkungan kerja yang kondusif, baik lingkungan fisik, sosial, maupun psikologis, dapat menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk bekerja dengan baik dan produktif. Untuk itu dapat diciptakan lingkungan fisik yang sebaik mungkin, misalnya kebersihan ruangan, tata letak, fasilitas, dan sebagainya. Demikian pula lingkungan sosial­psikalagis seperti hubugan antar pribadi, kehidupan kelompok, kepimimpinan, promosi, bimbingan, kesempatan untuk maju, kekeluargaan dan sebagainya.

h. Keteladanan

Prilaku guru secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap prilaku murid yang sifatnya positif maupun negatif. Prilaku guru dapat meningkatkan motivasi belajar. Sehubungan dengan itu, maka sangat diharapkan agar diharapkan agar prilaku guru dapat menjadi sumber keteladanan bagi para siswanya. Dengan contoh-contoh yang dapat diteladani, para siswa dapat lebih meningkatkan produktivitas belajar mereka.

Sehubungan dengan hal diatas, ada beberapa prinsip belajar dan motivasi yang disampaikan oleh Hamalik (2002), agar mendapatkan perhatian dari pihak perencana pengajaran khususnya dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar.

Prinsip tersebut dapat digunakan oleh pendidik dalam peningkatan motivasi peserta didik dalam mengikuti belajar mengajar, sehingga didapatkan prestasi belajar yang optimal, diantaranya: 1) Kebermaknaan. Suatu bidang studi akan lebih bermakna bagi siswa apabila guru herusaha menghubungkannya dengan pengalaman yang mereka miliki sebelumnya (masa lampau). Sesuatu yang menarik minat dan bernilai tinggi bagi siswa berarti bermakna baginya. Oleh sebab itu guru hendaknya berusaha menyesuaikan pelajaran dengan minat para siswanya, dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa berperan serta memilih. 2) Modelling. Siswa akan suka memperoleh tingkah laku baru bila disaksikan dan ditirunya. Pelajaran akan lebih mudah dihayati dan diterapkan oleh siswa jika guru mengupayakan mengajarkan dalam bentuk tingkah laku model, bukan hanya dengan mencerahkan atau menceritakan secara lisan. Dengan model tingkah laku itu, siswa dapat mengamati dan menirukan apa yang diinginkan oleh guru. 3) Komunikasi Terbuka. Siswa lebih suka belajar apabila penyajian terstruktur supaya pesan-pesan guru terbuka terhadap pengawasan siswa. 4) Prasyarat. Apa yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya mungkin merupakan faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Karena itu hendaknya guru berusaha mengetahui atau mengenali prasyarat- prasyarat yang telah mereka miiiki. 5) Novelty. Siswa akan lebih senang belajar bila perhatiannya ditarik oleh penyajian-penyajian yang baru (Novelty) atau masih asing. 6) Latihan atau Praktik yang Aktif dan Bermanfaat. Praktik secara aktif berarti siswa mengerjakan sendiri, bukan mendengarkan ceramah dan mencatat pada buku tulis. 7) Latihan Terbagi. Siswa lebih senang belajar, jika latihan di bagi menjadi sejumlah kurun waktu yang pendek. Latihan yang demikian akan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar dibandingkan dengan latihan yang dilakukan sekaligus dalam jangka waktu yang panjang. 8) Kurangi secara sistematis Paksaan belajar. Akan tetapi bagi siswa yang sudah mulai menguasai pelajaran, maka secara sistematis pemompaan itu dikurangi dan akhirnya siswa dapat belajar sendiri. 9) Kondisi yang merryenangkan. Siswa akan lebih senang melanjutkan belajarnya jika kondisi pengajarannya menyenangkan.

B. Aqidah akhlak

1. Pengertian Akhlak

Kata akhlak berasal dari kata jamak "Alkhuluku" atau "Al-khalku" yang bermakna "kejadian". Kedua kata tersebut berasal dari kata "Khalaka" yang mempunyai arti "menjadikan". Dari kata "Khalaka" inilah timbul bermacam­macam kata seperti : Al- khulku yang mempunyai makna "budi pekerti", Al­Khalik bermakna "Tuhan Pencipta Alam" (Masy'ari, 1980).

2. Jenis - Jenis Akhlak

Pada dasarnya perbuatan manusia ada yang baik dan ada buruk. Perbuatan yang baik disebut dengan akhlak yang baik dan identik dengan sifat para Nabi dan orang - orang shiddiq, sedangkan perbuatan yang buruk disebut dengan akhlak tereela atau buruk. Maka pada hakikafiya akhlak ada dua, yaitu akhlak yang baik atau terpuji (Al -Akhlaaqul Mahmuudah) dan akhlak yang buruk atau tercela (Al -Akhlaaqul Madzmuumah).

3. Pembelajaran Aqidah akhlak

Allah S WT sang pencipta dan pengatur alam semesta dengan kemahakuasaannya. Menciptakan manusia dari setetes air mani dengan kekuasaannya kita menjadi manusia yang sempurna, banyak sekali kenikmatan yang di berikan Allah SWT kepada manusia tetapi manusia kurang begitu mensyukuri apa yang telah diberikan-Nya. Manusia diberi akal untuk berfkir atas semua yang ada dimuka bumi, dilaut dan diluar angkasa, dimana semua itu ada yang mengatur dan menciptakannya tiada lain adalah Allah S WT dengan segala sifat-sifat-Nya.

Secara umum sifat-sifat Allah dapat dibagi kedalam tiga macam, yaitu:

a. Sifat Wajib Allah, merupakan sifat yang pasti dimiliki Allah Mw.

b. Sifat Mustahil Allah, merupakan sifat yang pasti tidak dimiliki Allah SWT.

c. Sifat Jaiz Allah, merupakan sifat kewenangan Allah, yaitu Allah SWT bebas untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu.

C. Pendekatan Berbasis Aktivitas

Dalam aktivitas pembelajaran di sekolah, guru harus mengusahakan agar siswa dapat melakukan proses belajar secara efektif agar memperoleh hasil pembelajaran yang sebaik-baiknya. Dalam kemajuan metodologi proses belajar mengajar saat ini asas aktivitas (Student activity) lebih di tonjolkan melalui suatu program unit activity, sehingga kegiatan belajar siswa menjadi dasar untuk mencapai tujuan dan hasil belajar yang lebih memadai.

Dari beberapa macam aktivitas menunjukkan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar, aktivitas siswa sangat diperlukan dalam memenuhi tujuan pengajaran. Sehingga dalam suatu kegiatan pengajaran, aktivitas siswa harus disesuaikan dengan materi pengajaran yang akan disampaikan oleh guru kepada siswa.

Menurut Hamalik (2001)

Ada beberapa jenis aktivitas yang disampaikan oleh para ahli, antara lain : (1) Kegiatan-kegiatan visual. (2) Kegiatan-kegiatan lisan. (3) Mendengarkan. (4) Menulis. (5) Menggambar. (6) Metrik. ('7) Mental. (8) Emosional. (9) Berpikir. (10) Mengingat Adapun penjelasannya sebagai berikut :

1. Kegiatan Visual. Yang termasuk kegiatan ini adalah membaea, meiihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

2. Kegiatan-kegiatan Lisan. Kegiatan mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan instrupsi adalah implementasi dari kegiatan lisan.

3. Kegiatan Mendengarkan. Dalam proses belajar mendengarkan adalah salah satu hal yang dilakukan, karena melalui aktivitas ini seorang siswa dapat memahami bahan pelajaran yang diajarkan.

4. Kegiatan Menulis, misalnya: menulis cerita, laporan, mengarang, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.

S. Kegiatan Menggambar, seperti membuat grafik, chart, diagram, dan lain sebagainya.

6. Kegiatan Metrik. Kegiatan dalam bidang metrik antara lain melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.

7. Kegiatan mental, meliputi memecahkan masalah, mengingat, menganalisis, melihat hubungan - hubungan dan membuat keputusan.

8. Kegiatan Emosional. Kegiatan- kegiatan daiam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan dan overlap satu sama lain. Dari kegiatan ini diharapkan bisa menimbulkan minat, berani, tcnang, dan lain- lain.

9. Berpikir. Berpikir termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antar sesuatu.

10. Mengingat. Mengingat yang didasari atas kebutuhan serta kesadaran untuk mencapai tujuan belajar lebih lanjut adalah termasuk aktivitas belajar, apalagi mengingat itu berhubungan dengan aktivitas-aktivitas balajar lainnya (Ahamadi dan Supriyono, 1991).

Dari beberapa macam aktivitas diatas menunjukkan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar, aktivitas siswa sangat diperlukan dalam memenuhi tujuan pengajaran. Sehingga dalam suatu kegiatan pengajaran, aktivitas siswa harus disesuaikan dengan materi pengajaran yang akan disampaikan oleh guru kepada siswa.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan yang berjudul "Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Aktivitas Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Aqidah Akhlak Pokok Bahasan Sifat-Sifat Allah Siswa Kelas VII Semester I Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Pondok Pinang" yang dilakukan oleh peneliti, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : Jika strategi pembelajaran yang selama ini digunakan oleh guru Madrasah Tsanawiyah dalam kegiatan belajar mengajar siswa kelas VII semester I MTs Negeri 3 Pondok Pinang, diganti dengan strategi pembelajaran berbasis aktivitas, maka dimungkinkan akan berpengaruh terhadap peningkatan motivasi belajar dan diikuti dengan prestasi belajar aqidah akhlak pokok bahasan sifat-sifat Allah.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Lokasi penelitian tindakan ini adalah Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Pondok Pinang Jakarta Selatan, kelas VII smester I terdiri dari 20 siswa dan 16 siswi. Kondisi kelas ukuran ruangan 7mX8m, dengan fentilasi pencahayaan ruangan cukup standard. Lama penelitian kurang lebih tiga bulan dimulai dari bulan Agustus sampai Desember 2009, sedangkan subjek dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan faktor perbedaan kemampuan belajar antar siswa, dan kondisi lingkungan lokasi penelitian.

B. Prosedur Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII M.Ts Negeri 3 Pondok Pinang Jakarta Selatan pada tahun pelajaran 2009/2010. Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas yang ingin mengungkap seberapa tinggi Tingkat efektifitas Pendekatan berbasis aktivitas dalam menumbuhkan motivasi belajar aqidah akhlak pokak bahasan sifat-sifat Allah pada siswa kelas VII. Penelitian ini dilakukan dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari tiga tatap muka (pertemuan).

clip_image002

Proses Penelitian Tindakan

Refleksi awal, kelas VII smester I materi Aqidah Akhlak sangat pasip, siswa hanya mendengar dan menyimak, bagaimana guru dapat meningkatkan motivasi belajar agar siswa aktip?

1. Perencanaan

Meliputi penyampaian materi Aqidah Akhlak khususnya sifat-sifat Allah, latihan dengan mengerjakan beberapa soal, pembahasan latihan soal, keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaan dan motivasi siswa.

2. Tindakan (action) kegiatan mencakup

a. Siklus I dimulai dari refleksi awal, kemudian dilanjutkan dengan perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi akhir.

b. Siklus II (sama dengan siklus I)

3. Observasi (pengamatan)

Pada tahap ini peneliti akan mengadakan pengamatan hasil belajar siswa dari keaktifan siswa yaitu :

1). Keaktifan siswa dalam diskusi

2). Banyaknya siswa yang bertanya

3). Banyaknya siswa yang menjawab pertanyaan guru/siswa lain

4). Memberikan pendapat

4. Refleksi

Pada kegiatan akhir tiap siklus perlu adanya pembahasan antara siklus-siklus tersebut untuk dapat menentukan kesimpulan atau hasil penelitian.

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian tindakan ini peneliti menggunakan beberapa prosedur pengumpulan data agar memperoleh data yang objektif. Beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Observasi

Obsevasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Zuriah, 2003). Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek ditempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa.

Ada dua observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian tindakan ini, diantaranya : (I) Obsevasi langsung, adalah pengamatan yang dilakukan dimana observer berada bersama dengan objek yang selidiki. Artinya peneliti ikut berpartisipasi secara langsung saat peristiwa terjadi. (2) Obsevasi tidak langsung, adalah observasi yang dilakukan dimana observer tidak berada bersama dengan objek yang selidiki. Tetapi, peneliti menggunakan daftar cek (Check List) dalam menggali atau mengumpulkan data ketika menggunakan terknik ini.

  1. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu prosedur terpenting untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif, sebab banyak informasi yang diperoleh peneliti melalui wawancara. Wawancara dilakukan peneliti untuk memperoleh data sesuai dengan kenyataan pada saat peneliti melakukan wawancara. Wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada siswa kelas VII dan guru - guru kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Pondok Pinang.

  1. Dokumentasi

Zuriah (2003), menjelaskan bahwa dokumentasi merupakan salah satu cara untuk mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa

arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil, atau hukum -hukum lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.

D. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah:

a. Sebanyak > 75% siswa dapat memahami materi sifat-sifat Allah

b. Ketuntasan belajar tercapai jika 85% siswa mendapat nilai > 65

c. Untuk kriteria keaktifan siswa mendapat nilai baik, dilihat dari hasil penilaian instrument.

DAFTAR PUSTAKA

Bogdan, R., & Biklen, S. 1982. qualitative research in education, Allyn & Bacon, Boston

Dakir, 1993. Dasar-Dasar Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Djalali, M. As'ad. 2001. Psikologi _Motivasi Minat Jabatan, Intelegensi, Bakat dan Motivasi Kerja, Wineka Media, Malang

Djamarah, S. B. 2002. Psik.ologi Belajar, PT. Rineka Cipta, Jakarta

Guba, E.G., & Lincoln, Y.S. 1981. Effective Evaluation, Jossey-Bass Publishers, Sanfransisco

Zuriah, N. 2003. Penelitian Tindakan Bidang Pendidikan Dan Sosial, edisi pertama, 13ayu Media Publishing, Malang

Hamalik, O. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, PT. Bumi Aksara, Jakarta

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar, Penerbit Sinar Baru Algensindo, Bandung

Kosasih, Andreas. 2004. Peranan Motivasi terhadap Hasil Belajarnya Siswa, Tabularasa, Vol. 2, No. 3

Miles, M.B., & Huherman, A.M. 1984. .Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjejep Rohendi Rohidi, Universitas Indonesia, Jakarta

Moeleng, L.J. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

Moeleng, L.J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

Nasution, S. 1998. Metode Penelitian .Naturalistic Kualitatif, Penerbit Tarsito, Bandung

Nurhadi, 2002. Pendekatan Kontekstual, Universitas Negeri Malang, Malang

 

oleh :

UMI MAISYAROH AS

READ MORE - Contoh Proposal PTK Aqidah Akhlaq

Contoh PTK IPA kelas V MI / SD

Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Interaktif Mata Pelajaran IPA Kelas V Madrasyah Ibtidaiyah Negeri 1 Bandung

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatkan mutu pendidikan adalah menjadi tanggungjawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama bagi guru Madrasah Ibtidaiyah (MI), yang merupakan ujung tombak dalam pendidikan dasar guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) adalah orang yang paling berperan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat bersaing di jaman pesatnya perkembangan teknologi. Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) dalam setiap pembelajaran selalu menggunakan pendekatan, strategi dan metode pembelajaran yang dapat memudahkan siswa memahami materi yang diajarkannya, namun masih sering terdengar keluhan dari para guru di lapangan tentang materi pelajaran yang terlalu banyak dan keluhan kekurangan waktu untuk mengajarkannya semua.

Menurut pengamatan penulis, dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas penggunaan model pembelajaran yang bervariatif masih sangat rendah dan guru cenderung menggunakan model konvesional pada setiap pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya penguasaan guru terhadap model-model pembelajaran yang ada, padahal penguasaan terhadap model-model pembelajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru, dan sangat sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi.

Kurikulum berbasis KTSP yang mulai diberlakukan di sekolah dasar bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan cerdas sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini hanya dapat tercapai apabila proses pembelajaran yang berlangsung mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa, dan siswa terlibat langsung dalam pembelajaran IPA. Disamping itu kurikulum berbasis kompetensi memberi kemudahan kepada guru dalam menyajikan pengalaman belajar, sesuai dengan prinsip belajar sepanjang hidup yang mengacu pada empat pilar pendidikan universal, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar dengan melakukan (learning to do), belajar untuk hidup dalam kebersamaan (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).

Untuk itu guru perlu meningkatkan mutu pembelajarannya, dimulai dengan rancangan

pembelajaran yang baik dengan memperhatikan tujuan, karakteristik siswa, materi yang diajarkan, dan sumber belajar yang tersedia. Kenyataannya masih banyak ditemui proses pembelajaran yang kurang berkualitas, tidak efisien dan kurang mempunyai daya tarik, bahkan cenderung membosankan, sehingga hasil belajar yang dicapai tidak optimal. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar IPA siswa kelas 5 di Madrasah Ibtidaiyah (MI) N 1 Bandung yang dipaparkan pada tabel berikut.

Tabel 1 Nilai rapor untuk mata pelajaran IPA Kelas V Tahun Ajaran 2003/2004 sampai dengan 2008/2009 Madrasah Ibtidaiyah (MI) 1 Bandung

Tahun Ajaran

Nilai Tertinggi

Nilai Terendah

Nilai Rata-Rata

2003/2004

6,34

3,78

5,06

2004/2005

7,26

4,26

5,76

2005/2006

6,82

3,96

5,39

2006/2007

7,12

4,12

5,62

2007/2008

7,36

3,42

5,39

2008/2009

6,92

4,08

5,00

Rendahnya perolehan hasil belajar mata pelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah (MI)N 1 Bandung menunjukkan adanya indikasi terhadap rendahnya kinerja belajar siswa dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang berkualitas. Untuk mengetahui mengapa prestasi siswa tidak seperti yang diharapkan, tentu guru perlu merefleksi diri untuk dapat mengetahui faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan siswa dalam pelajaran IPA. Sebagai guru yang baik dan profesional, permasalahan ini tentu perlu ditanggulangi dengan segera.

Berdasarkan hal tersebut diatas, penerapan model pembelajaran interaktif menjadi alternatif untuk dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran IPA. Penelitian ini dilakukan peneliti yang bertugas sebagai tenaga Widyaiswara dengan berkolaborasi dengan guru-guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Madrasah Ibtidaiyah (MI)N 1Bandung. Dengan berlolaborasi ini, diharapkan kemampuan profesional guru dalam merancang model pembelajaran akan lebih baik lagi dan dapat menerapkan model pembelajaran yang lebih bervariatif. Disamping itu kolaborasi ini dapat meningkatkan kemampuan guru dalam merefleksi diri terhadap kinerja yang telah dilakukannya, sehingga dapat melakukan perubahan dan perbaikan kualitas pembelajaran dan mengelola proses pembelajaran yang lebih terpusat pada siswa.

Model pembelajaran interaktif sering dikenal dengan nama pendekatan pertanyaan anak. Model ini dirancang agar siswa akan bertanya dan kemudian menemukan jawaban pertanyaan mereka sendiri (Faire & Cosgrove dalam Harlen, 1992). Meskipun anak-anak mengajukan pertanyaan dalam kegiatan bebas, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terlalu melebar dan seringkali kabur sehingga kurang terfokus. Guru perlu mengambil langkah khusus untuk mengumpulkan, memilah, dan mengubah pertanyaan-pertanyaan tersebut ke dalam kegiatan khusus. Pembelajaran interaktif merinci langkah-langkah ini dan menampilkan suatu struktur untuk suatu pelajaran IPA yang melibatkan pengumpulan dan pertimbangan terhadap pertanyaan-pertanyaan siswa sebagai pusatnya (Harlen, 1992:48-50).

Salah satu kebaikan dari model pembelajaran interaktif adalah bahwa siswa belajar mengajukan pertanyaan, mencoba merumuskan pertanyaan, dan mencoba menemukan jawaban terhadap pertanyaannya sendiri dengan melakukan kegiatan observasi (penyelidikan). Dengan cara seperti itu siswa atau anak menjadi kritis dan aktif belajar.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Identifikai masalah yang ada adalah :

  1. Rendahnya perolehan hasil belajar mata pelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah (MI)N 1 Bandung menunjukkan adanya indikasi terhadap rendahnya kinerja belajar siswa dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang berkualitas.
  2. Model pembelajaran yang bervariatif masih sangat rendah dan guru cenderung menggunakan model konvesional pada setiap pembelajaran yang dilakukannya.

C. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1. Bagaimana meningkatkan mutu belajar siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA ?
  2. Bagaimana meningkatkan motivasi belajar siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA ?
  3. Bagaimana meningkatkan variasi pembelajaran melalui model pembelajran interaktif pada mata pelajaran IPA?
  4. Bagaimana hasil belajar siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA?

D. TUJUAN PENELITIAN

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menerapkan model pembelajaran interaktif pada pelajaran IPA dengan kerja kelompok, sebagai suatu upaya perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran. Secara khusus tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui peningkatan mutu belajar siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA

2. Meningkatkan motivasi belajar siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA

3. Meningkatkan variasi pembelajaran melalui model pembelajran interaktif pada mata pelajaran IPA

4. Hasil belajar siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA

E. MANFAAT PENELITIAN

Bagi siswa pembelajaran interaktif memberikan pengalaman baru dan diharapkan memberikan kontribusi terhadap peningkatan belajarnya. Siswa memiliki kesadaran bahwa proses pembelajaran adalah dalam rangka mengembangkan potensi dirinya, karena itu keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan oleh siswa. Disamping itu, melalui penelitian ini siswa terlatih untuk dapat memecahkan masalah dengan pendekatan ilmiah dan siswa didorong aktif secara fisik, mental, dan emosi dalam pembelajaran.

Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan profesional, dan pembelajaran interaktif menjadi alternative pembelajaran IPA untuk meningkatkan prestasi siswa. Memberikan kesadaran guru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan, materi, karakteristik siswa, dan kondisi pembelajaran. Guru mempunyai kemampuan dalam merancang model pembelajaran interaktif yang merupakan hal baru bagi guru, dan menerapkannya dalam pembelajaran IPA.

Dengan penelitian ini, kemampuan guru mengaktifkan siswa dan memusatkan pembelajaran pada pengembangan potensi diri siswa juga meningkat, sehingga pembelajaran lebih menarik, bermakna, menyenangkan, dan mempunyai daya tarik. Disamping itu penelitian ini dapat memperkaya pengalaman guru dalam melakukan perbaikan dan meningkatkan kualitas pembelajaran dengan refleksi diri atas kinerjanya melalui PTK.

Bagi kepala sekolah penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk kebijakan dalam upaya meningkatkan proses belajar mengajar (PBM) dan meningkatkan prestasi belajar siswa serta perlunya kerjasama yang baik antar guru dan antara guru dengan kepala sekolah.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN BELAJAR

Belajar merupakan salah satu bentuk perilaku yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Belajar membantu manusia menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungannya. Dengan adanya proses belajar inilah manusia bertahan hidup (survived). Belajar secara sederhana dikatakan sebagai proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, tejadi dalam jangka waktu waktu tertentu. Perubahan yang itu harus secara relative bersifat menetap (permanent) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak (immediate behavior) tetapi juga pada perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang (potential behavior). Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa perubahan-perubahan tersebut terjadi karena pengalaman. Perubahan yang terjadi karena pengalaman ini membedakan dengan perubahan-perubahan lain yang disebabkan oleh kemasakan (kematangan).

B. MOTIVASI BELAJAR

Telah banyak penelitian yang berkaitan dengan karakteristik kepribadian dan performasi calon guru dilakukan. Namun bukti yang berkaitan dengan sifat hubungan ini masih belum jelas. Para ahli psikologi yang tertarik dengan penelitian karakteristik kepribadian, motivasi, dan prilaku manusia, percaya bahwa motivasi memberikan ragam dalam intensitas prilaku manusia, serta arah terhadap prilaku tersebut.

Kebutuhan penelitian yang berhubungan dengan motivasi dalam dunia pendidikan guru telah diidentifikasi oleh Turner sejak tahun1975 yang menyatakan bahwa:

Studies ... probe more deeply into the motivational basis ... [of student teachers] are needed. An efficient professional training system is one which invest substantial fund in the training ... [of] ... the least ... motivated candidates. A more efficient system would devote more intense and systematic training of the most talented and well motivated aspirants (hal.108-109).

Pentingnya kebutuhan tersebut juga telah dibahas oleh Howson (1976) dalam laporan The Bicentennial Commission on Education for the Profession of Teaching, yang menyatakan bahwa "society now demands a new breed of teachers a well prepared, high motivated professional".

Teori motivasi Maslow (1954) menyatakan bahwa:

An attempt to formulate a positive theory of motivation which will satisfy theoretical demands [while] confirming to known facts (about human behavior), clinical and observational, as well as experimental .

Teori yang digambarkan oleh Maslow tersebut memfokuskan pada 5 tingkatan kebutuhan (needs). Kebutuhan tersebut menggambarkan suatu kekuatan di belakang prilaku manusia; dan tingkat kebutuhan seseorang akan berbeda tergantung kepada individu masing-masing yang memerlukan kebutuhan itu. Kelima kebutuhan yang diungkapkan oleh Maslow tersebut adalah kebutuhan dasar (fisiologis), rasa aman (emosional), rasa memiliki (sosial), status-ego (personal), dan aktualisasi diri (personality). Menurut Maslow, suatu kebutuhan hanya dapat dipuaskan bila kebutuhan yang pada tingkatan yang lebih rendah telah terpenuhi, yang diatur dalam suatu hirarki yang disebut prepotensi. Misalnya, seseorang tak akan berhasil memenuhi kebutuhan aktualisasi diri (pengembangan diri) bila taraf pertama yang paling fundamental, yakni kebutuhan fisiologis (seperti makanan, minuman, dan sandang) tidak terpenuhi. Kebutuhan tersebut harus dapat dicapai agar kebutuhan-kebutuhan individu lainnya dapat dipuaskan, dan dimulai dari kebutuhan dasar (fisiologis).

Teori Maslow telah banyak digunakan secara luas dalam dunia industri untuk menunjukkan adanya hubungan antara pekerja dengan performansi kerja (Robert, 1972). Wamer (1978) juga telah melakukan penelitian tentang hubungan antara mahasiswa calon guru dalam hubungannya dengan praktek mengajar. Hasil penelitian Wamer menunjukkan bahwa ada hubungan yang logis antara hirarki kebutuhan Maslow, sikap kependidikan, dan konsep diri mahasiswa.

Para ahli psikologi menyatakan tentang adanya dua variabel sikap, yaitu: (a) sikap terhadap mengajar (Young, 1973), dan (b) konsep diri (Le Benne dan Gresene, 1965) yang secara erat dapat disatukan dengan motivasi; dengan asumsi bahwa variabel sikap bukan hanya memiliki kualitas motivasi yang dapat tumbuh dan mengatur prilaku, tetapi juga memberikan arah terhadap prilaku individu.

Aspek motivasi dari sikap dinyatakan oleh Young (1973):

As primary motives (attitudes) arouse behavior; they sustain or terminate an activity and progress, they regulate and organize behavior ... and they lead to the acquisition of motives, stable dispositions to act.

Pernyataan tersebut menggambarkan bagaimana sikap dapat membangkitkan, mengatur dan mengorganisasikan prilaku individu terhadap sekumpulan objek. Walau pun hubungan antara sikap dan prilaku tidak secara mudah dapat diidentifikasi, namun fungsi sikap dapat masuk dan menentukan prilaku manusia. Menurut Peak (1955), sikap memiliki "the effect emphasizing objects ... with the result that their probability of activation and of choice and selection is increased". Dengan kata lain, sikap dapat mengatur apakah seseorang dapat menerima atau menolak terhadap rangsangan suatu objek, misalnya perasaan suka dan tidak suka, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kesimpulannya, sikap terhadap suatu objek dapat mempengaruhi pilihan seseorang terhadap objek tersebut, dan oleh karena itu dapat menentukan arah yang akan diambil oleh individu yang bersangkutan.

C. MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF

Secara khusus, istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatn. Sunarwan (1991) dalam Sobry Sutikno (2004 :15) mengartikan model merupakan gambaran tentang keadaan nyata. Model pembelajaran atau model mengajar sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada mengajar di kelas dalam setting pengajaran. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Model pembelajaran interaktif sering dikenal dengan nama pendekatan pertanyaan anak. Model ini dirancang agar siswa akan bertanya dan kemudian menemukan jawaban pertanyaan mereka sendiri (Faire & Cosgrove dalam Harlen, 1992). Meskipun anak-anak mengajukan pertanyaan dalam kegiatan bebas, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terlalu melebar dan seringkali kabur sehingga kurang terfokus. Guru perlu mengambil langkah khusus untuk mengumpulkan, memilah, dan mengubah pertanyaan-pertanyaan tersebut ke dalam kegiatan khusus. Pembelajaran interaktif merinci langkah-langkah ini dan menampilkan suatu struktur untuk suatu pelajaran IPA yang melibatkan pengumpulan dan pertimbangan terhadap pertanyaan-pertanyaan siswa sebagai pusatnya (Harlen, 1992:48-50).

Model pembelajaran interaktif memiliki lima langkah. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran Interaktif diawali dengan (1) persiapan, sebelum pembelajaran dimulai guru menugaskan siswa untuk membawa hewan peliharaannya dan mempersiapkan diri untuk menceritakan tentang hewan peliharaannya masing-masing. (2) kegiatan penjelajahan, pada saat pembelajaran di kelas siswa lain boleh mengamati hewan-hewan peliharaan teman-temannya dari dekat (meraba, mengelus, menggendong) dan mereka boleh mengajukan pertanyaan. (3) pertanyaan siswa diarahkan guru sekitar proses pemeliharaannya. (4) penyelidikan, guru dan siswa memilih pertanyaan untuk dieksplorasi lebih jauh. Misalnya siswa diminta mengamati keadaan hewan-hewan yang tidak dipelihara, seperti dari mana mereka memperoleh makanannya, dimana mereka tidur, punya nama atau tidak, bagaimana kebersihannya. (5) refleksi, pada pertemuan berikutnya di kelas dibahas hasil penyelidikan mereka, dilakukan pembandingan antara hewan peliharaan dengan hewan liar untuk memantapkan hal-hal yang sudah jelas dan memisahkan hal-hal yang masih perlu diselidiki lebih jauh. Pada akhir kegiatan guru dapat memberikan tugas kepada siswa untuk mengamati benda-benda di sekitar siswa untuk mengamati benda-benda di sekitar mereka seperti buku dan tas sekolahnya.

Salah satu kebaikan dari model pembelajaran interaktif adalah bahwa siswa belajar mengajukan pertanyaan, mencoba merumuskan pertanyaan, dan mencoba menemukan jawaban terhadap pertanyaannya sendiri dengan melakukan kegiatan observasi (penyelidikan). Dengan cara seperti itu siswa atau anak menjadi kritis dan aktif belajar.

D. KREATIVITAS

Dewasa ini istilah kreativitas atau daya cipta sering digunakan dalam kegiatan manusia sehari-hari, sering pula ditekankan pentingnya pengembangan kreativitas baik pada anak didik, pegawai negeri maupun pada mereka yang berwiraswasta. Kreativitas biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru. Ciptaan itu tidak perlu seluruh produknya harus baru, mungkin saja gabungannya, kombinasinya, sedangkan unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya, kombinasi baru, atau melihat hubungan-hubungan baru antara unsur, data, atau hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

Kreativitas terletak pada kemampuan untuk melihat asosiasi antara hal-hal atau obyek-obyek yang sebelumnya tidak ada atau tidak tampak hubungannya. Seorang anak kecil asyik bermain dengan balok-balok yang mempunyai bentuk dan warna yang bermacam-macam, setiap kali dapat menyusun sesuatu yang baru, artinya baru bagi dirinya karena sebelumnya ia belum pernah membuat hal yang semacam itu. Anak ini adalah anak yang kreatif, berbeda dengan anak lain yang hanya membangun sesuatu jika ada contohnya.

Mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran, Gordon dalam Joice and Weill (1996) dalam E. Mulyana (2005 : 163) mengemukakan empat prinsip dasar sinektik tentang kraetivitas. Pertama, kreativitas merupakan sesuatu yang penting dalam kegiatan sehari-hari. Hampir semua manusia berhubungan dengan proses kreativitas, yang dikembangkan melalui seni atau penemuan-penemuan baru. Lebih jauh Gordon menekankan bahwa kreativitas merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari dan berlangsung sepanjang hayat. Kedua, proses kreatif bukanlah sesuatu yang misterius. Hal tersebut dapat diekspresikan dan mungkin membantu orang secara langsung untuk meningkatkan kreativitasnya. Secara tradisional, kreativitas didorong pleh kesadaran yang memberi petunjuk untuk mendeskripsikan dan menciptakan prosedur latihan yang dapat diterapkan di sekolah atau lingkungan lain. Ketiga, penemuan kreatif sama dalam semua bidang, baik dalam bidang seni, ilmu, maupun dalam rekayasa. Selain itu, penemuan kreatif ditandai oleh beberapa proses intelektual. Keempat, berpikir kraetif baik secara individu maupun kelompok adalah sama. Individu dan kelompok menurunkan ide-ide dan produk dalam berbagai hal.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. SETTING PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di kelas lima Madrasah Ibtidaiyah (MIN) 1 Bandung pada Tahun Ajaran 2010/2011. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang dilaksanakan dengan mengikuti prosedur penelitian berdasarkan pada prinsip Kemmis S, MC Taggar R (1988) yang mencakup kegiatan perencanaan (planning), tindakan (action), observasi (observation), refleksi (reflection) atau evaluasi. Keempat kegiatan ini berlangsung secara berulang dalam bentuk siklus. Penelitian ini dilakukan dengan cara berkolaborasi antara widyaiswara dengan guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) N 1 Bandung.

B. TINDAKAN DAN LANGKAHNYA

Penelitian Tindakan Kelas ini terdiri atas tiga siklus kegiatan, dan satu siklus kegiatan terdiri dari dua kali pertemuan sebagai berikut.

SIKLUS 1

Tahap Perencanaan (Planning)

1. Mengidentifikasi masalah

2. Menganalisis dan merumuskan masalah

3. Merancang model Pembelajaran interaktif

4. Mendiskusikan penerapan model pembelajaran interaktif

5. Menyiapkan instrumen (angket, pedoman observasi, tes akhir)

6. Menyusun kelompok belajar siswa

7. Merencanakan tugas kelompok

Tahap Melakukan Tindakan (Action)

1. Melaksanakan langkah-langkah tindakan sesuai dengan yang sudah direncanakan

2. Menerapkan model pembelajaran interaktif (anak diusahakan untuk bertanya dan menemukan jawabannya)

3. Melakukan pengamatan terhadap setiap langkah-langkah kegiatan sesuai rencana

4. Memperhatikan alokasi waktu yang ada dengan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan

5. Mengantisipasi dengan melakukan solusi apabila menemui kendala saat melakukan tahap tindakan

Tahap Mengamati (observasi)

1. Melakukan diskusi dengan guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan kepala Sekolah untuk rencana observasi

2. Melakukan pengamatan terhadap penerapan model pembelajaran interaktif yang dilakukan guru kelas lima

3. Mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penerapan model pembelajaran interaktif

4. Melakukan diskusi dengan guru untuk membahas tentang kelamahan-kelemahan atau kekurangan yang dilakukan guru serta memberikan saran perbaikan untuk pembelajaran berikutnya

Tahap refleksi (Reflection)

1. Menganalisis temuan saat melakukan observasi pelaksanaan observasi

2. Menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat menerapkan model pembelajaran interaktif dengan kerja kelompok dan mempertimbangkan langkah selanjutnya

3. Melakukan refleksi terhadap penerapan model pembelajaran interaktif dengan kerja kelompok

4. Melakukan refleksi terhada kreativitas siswa dalam pembelajaran IPA

5. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa

SIKLUS II

Tahap Refleksi/Siklus II meliputi

Tahap Perencanaan (Planning)

1. Hasil refleksi dievaluasi, didiskusikan, dan mencari upaya perbaikan untuk diterapkan pada pembelajaran berikutnya

2. Mendata masalah dan kendala yang dihadapi saat pembelajaran

3. Merancang perbaikan II berdasarkan refleksi siklus I

Tahap Melakukan Tindakan (Action)

1. Melakukan analisis pemecahan masalah

2. Melaksanakan tindakan perbaikan II dengan memaksimalkan penerapan model pembelajaran interaktif dengan kerja kelompok

Tahap Mengamati (observation)

1. Melakukan pengamatan terhadap penerapan model pembelajaran interaktif dengan kerja kelompok

2. Mencatat perubahan yang terjadi

3.Melakukan diskusi membahas masalah yang dihadapi saat pembelajaran dan memberikan balikan

Tahap Refleksi (Reflection)

1. Merefleksi proses pebelajaran interakti dengan kerja kelompok

2. Merfleksi hasil belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran interaktif dengan kerja kelompok

3. Menganalisis temuan dan hasil akhir penelitian

4. Rekomendasi

C. METODE DAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data yang dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan documenter. Teknik observasi digunakan untuk menggali berbagai kejadian, peristiwa, keadaan, tindakan yang berkaitan dengan system yang berlangsung pada proses pembelajaran di kelas. Jadi observasi dipakai untuk menggali data yang terlihat, terdengar, atau terasakan dimana kesemuanya dipandang sebagai suatu hamparan kenyataan (Stuart, 1977) yang mungkin saja diangkat sebagai aspek penting terkait dengan system pembelajaran di sekolah.

Teknik wawancara mendalam (in depth interview) digunakan untuk menggali apa yang ada di dalam proses pembelajarnnya baik bagi guru maupun bagi siswa. Sedangkan documenter digunakan untuk menggali data yang bersifat dokumen.

D. METODE ANALISIS DATA

Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini dua tahap. Tahap pertama untuk data kuantitatif dianalisis dengan statistic deskriptif selanjutnya dimaknai dengan analisis kualiatif.

Ketika pengumpulan data berlangsung, peneltian akan dengan sendirinya terlibat melakukan perbandingan-perbandingan dalam rangka memperkaya data bagi tujuan konseptual, kategori dan teorisasi. Reduksi data dilakukan untuk memastikan data terkumpul dengan selengkap mungkin untuk kemudian dipilah-pilahkan ke dalam suatu konsep tertentu, kategori tertentu, atau tema tertentu (Muhajir, 1989).

Kategori yang peneliti maksud adalah skala yang digunakan untuk dapat memasukkan data sehingga data tersebut dapat dianalisis untuk memudahkan dalam data kuantitatif. Indikator yang dimaksud adalah seperti contoh berikut ini :

  1. Sangat Baik -------à Nilainya 5
  2. Baik --------à Nilainya 4
  3. Cukup --------à Nilainya 3
  4. Kurang --------à Nilainya 2
  5. Sangat Kurang --------à Nilainya 1

Setelah mendapatkan data dan dianalisis maka data tersebut bisa dibaca secara deskriptif untuk memudahkan dalam membaca laporan hasil penelitian tindakan kelas. Pada saat melakukan penelitian siklus yang digunakan adalah dua siklus dalam dua kali pertemuan untuk melaksanakan penelitian ini.

E. INDIKATOR KEBERHASILAN

Dari tahap kegiatan pada siklus I dan II, hasil yang diharapkan adalah

1) Siswa memiliki kemampuan dan kreativitas serta selalu aktif terlibat dalam proses pembelajaran IPA sebanyak ≥ 80 %.

2) Terjadi peningkatan prestasi siswa pada mata pelajaran IPA ≥ 70 %.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. (1994). Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Remaja RoMadrasah Ibtidaiyah (MI)akarya. Bandung.

Gagne, R.M (1985). The Conditions of Learning Theory of instruction (4th Edition). New York : Holt, Rinehart and Winston.

Hasibuan, J.J, Mudjiono (1988), Proses Belajar Mengajar. CV. Remaja Karya. Bandung.

Hendro Darmodjo, Kaligis, J R E. (1991/1992). Pendidikan IPA II, Hal 7-11 Depdikbud Dirjen Dikti, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan

Hernawaty Damanik. (2004). Penerapan Model Pembelajaran Social Science Inquiry Dalam Mata Pelajaran Sosiologi Dengan Kerja Kelompok. FKIP- Universitas Terbuka.

Irwanto, dkk (1991). Psikologi Umum Buku Panduan Mahasiswa. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kemmis, S. dan MC. Toggart.R. (Ed.1988). The Action Resesarch Planner. Deakin. Deakin University: Australia

Lemlit-UT, (2003). Jurnal Pendidikan Volume 4, nomor 2. Pusat Studi Lembaga Penelitian Universitas Terbuka.

Muhadjir, Noeng ( 1989). Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin.

Mulyasa, E (2005). Menjadi Guru Profesional : Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Remaja RoMadrasah Ibtidaiyah (MI)akarya. Bandung.

Poedjiadi, A. (1990). Pendidikan Sains dan Teknologi di Masa yang akan datang.Disampaikan pada Seminar Puskur Balitbang Dikbud, Jakarta.

Poedjiadi, A. (1993). Mewujudkan literasi Sains dan Teknologi Melalui Pendidikan, hal 4-6. Disampaikan pada seminar FPMIPA IKIP-Bandung.

Schegel, Stuart S. (1977). Grounded Research di dalam ilmu-ilmu Sosial, Banda Aceh: PLPIIS

Slavin, RE.(1994). Educational Psychology : Theory and Practice. Masschusetts: Allyn and Bacon Publisher.

Sobry Sutikno, (2004). Model Pembelajaran Interaksi Sosial, Pembelajaran Efektif dan Retorika. NTP Press. Mataram

Slavin, RE.(1994). Educational Psychology : Theory Research and Practice. Second Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Sutarno, N. (2004). Materi Dan Pembelajaran IPA MADRASAH IBTIDAIYAH (MI). Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Oleh :

NIAR YUNIARTI

READ MORE - Contoh PTK IPA kelas V MI / SD