Sabtu, 25 September 2010

Setifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2010

Pedoman Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2010

Pelaksanaan Sertifikasi Guru merupakan salah satu implementasi dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Agar sertifikasi guru dapat direalisasikan dengan baik perlu pemahaman bersama antara berbagai unsur yang terlibat, baik di pusat maupun di daerah. Oleh karena itu, perlu ada koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan sertifikasi guru agar pesan Undang-Undang tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan.

Salah satu bagian penting dalam sertifikasi guru adalah rekrutmen dan penetapan calon pesertanya. Untuk itu diperlukan sebuah pedoman yang dapat  menjadi acuan bagi dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten/kota, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), kepala sekolah, guru, guru yang diangkat dalam jabatan pengawas, dan unsur lain yang terkait dalam sertifikasi guru dalam jabatan tahun 2010.

PEDOMAN SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN TAHUN 2010

  • Buku 1 berisi Pedoman Penetapan Peserta
  • Buku 2 berisi Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi Guru

  • Buku 3 berisi Pedoman Penyusunan Portofolio
  • Buku 4 berisi Rambu-Rambu Pelaksanaan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
  • Suplemen Buku 3 tahun 2010 (Ped. PF Pengawas) berisi Pedoman Penyusunan Portofolio (Khusus Guru yang Diangkat Dalam Jabatan Pengawas Satuan Pendidikan)

Pedoman Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2010 selengkapnya dapat diunduh/download di sini

  • Panduan Pendidikan Profesi Guru download di sini
READ MORE - Setifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2010

Selasa, 21 September 2010

Membangun Karakter Bangsa di Tengah Arus Globalisasi dan Gerakan Demokratisasi : Reposisi Peran Pendidikan Kewarganegaraan

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA DI TENGAH ARUS GLOBALISASI DAN GERAKAN DEMOKRATISASI :

REPOSISI PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

merupakan Pidato Pengukuhan Dr. Dasim Budimansyah, M.Si. Sebagai Guru Besar Dalam Bidang Sosiologi Kewarganegaraan

pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia pada tanggal 14 Mei 2009

download di sini

READ MORE - Membangun Karakter Bangsa di Tengah Arus Globalisasi dan Gerakan Demokratisasi : Reposisi Peran Pendidikan Kewarganegaraan

Integrasi Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa ke dalam KTSP

Contoh dokumen KTSP yang memuat pendidikan budaya dan karakter bangsa diuraikan secara lengkap dengan anak bab (I) Pendahuluan, (II) Tujuan Pendidikan, Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah, (III) Struktur dan Muatan Kurikulum, dan (IV) Kalender Pendidikan. ...............................................dan seterusnya

Download Integrasi Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa ke dalam KTSP di sini !

READ MORE - Integrasi Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa ke dalam KTSP

Contoh Silabus, RPP Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Contoh Silabus dengan mengintegrasikan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Setiap Kompetensi Dasar memiliki kemampuan mengembangkan satu atau lebih nilai dan setiap nilai memiliki satu atau lebih indikator. Berikut ini adalah peta yang menggambarkan keterkaitan antara KD dan SD dengan nilai dan indikator untuk nilai terkait.
Dalam pengembangan silabus pada awal tahun atau awal semester, guru dapat menggunakan contoh berikut ini untuk merencanakan pengembangan nilai terkait untuk semester yang akan dilaksanakan atau tahun akademik yang akan dilaksanakan.
Guru memiliki kebebasan dalam menambah, mengurangi bahkan mengembangkan sendiri indikator yang akan digunakan.

Mata Pelajaran PKn

1. SK/KD, Nilai dan Indikator SMP

image

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2. SK/KD, Nilai dan Indikator SMA

 

image

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  • Untuk lebih lengkapnya download di sini !
  • Bagi bapak dan ibu guru yang ingin  mendownload Silabus dan RPP berkarakter klik di sini atau di situ

Semoga bermanfaat................!

READ MORE - Contoh Silabus, RPP Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Integrasi nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dengan Mata Pelajaran PKn

Peta Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Berdasarkan Mata Pelajaran


Berikut adalah gambaran integrasi/ keterkaitan antara mata pelajaran PKn dengan nilai yang dapat
dikembangkan untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Jenjang Pendidikan Dasar (SD/MI dan SMP/MTs) dan Pendidikan Menengah (SMA/MA/SMK)

KELAS 1-3

KELAS 4-6

KELAS 7-9

KELAS 10-12

Cinta tanah air
Bersahabat
Komunikatif
Senang membaca
Peduli sosial
Peduli lingkungan,
Jujur
Toleran
Disiplin
Kreatif
Rasa ingin tahu
Percaya
Respek
Bertanggung jawab
Saling berbagi

Semangat kebangsaan
Cinta tanah air
Menghargai Prestasi
Bersahabat
Komunikatif
Cinta Damai
Senang membaca
Peduli sosial
Peduli lingkungan,
Religius
Jujur
Toleran
Disiplin
Kerja keras
Kreatif
Mandiri
Demokratis
Rasa ingintahu
Percaya
Respek
Bertanggungjawab
Saling berbagi

Semangat kebangsaan
Cinta tanah air
Menghargai Prestasi
Bersahabat
Komunikatif
Cinta Damai
Senang membaca
Peduli sosial
Peduli lingkungan,
Religius
Jujur
Toleran
Disiplin
Kerja keras
Kreatif
Mandiri
Demokratis
Rasa ingin tahu
Percaya
Respek
Bertanggungjawab
Saling berbagi

Semangat Kebangsaan
Cinta Tanah air
Menghargai Prestasi
Bersahabat
Komunikatif
Cinta Damai
Senang membaca
Peduli sosial
Peduli lingkungan,
Religius
Jujur
Toleran
Disiplin
Kerja keras/cerdas
Kreatif
Mandiri
Demokratis
Rasa ingin tahun Percaya
Respek,
Bertanggung jawab
Saling berbagi

READ MORE - Integrasi nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dengan Mata Pelajaran PKn

Menata Ulang Pendidikan Karakter Bangsa

Bekas, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah (1) tanda yang tertinggal atau tersisa (setelah dipegang, diinjak, dilalui); kesan, (2) sesuatu yang tertinggal sebagai sisa (yang telah rusak, terbakar, tidak dipakai lagi); (3) pernah menjabat atau menjadi. tetapi sekarang tidak lagi, mantan; dan (4) sudah pernah dipakai. Makna lain dari bekas adalah tempat menaruh sesuatu, wadah. Adapun bekasam/pekasam adalah ikan (daging, durian, dsb), yang diasinkan atau diasamkan, lalu dijemur atau disimpan agak lama.
Mobil bekas adalah mobil yang pernah dipakai orang lain. Baju bekas pasti tidak lagi seindah pakaian baru, malah sering kali diberikan kepada orang lain saat bakti sosial. Manusia bekas? Setiap orang, selama bertahun-tahun, telah menjadi korban dari kata-kata orang lain. Orang tua, guru, teman, pimpinan, tokoh masyarakat, politisi, disadari atau tidak, telah membentuk alam pikiran kita menjadi seperti apa yang mereka katakan. Hebatnya, kita sendiri sangat menikmati hidup dalam belenggu kata-kata bekas orang lain itu. Mereka ini disebut Jiddu Krishnamurti, dalam bukunya yang sangat inspiratif, Freedom from the Known, sebagai manusia bekas (secondhand people).
Jika demikian yang dilakukan, tanpa terasa kita telah berubah menjadi entitas bekas. Potensi kemanusiaan telah tereduksi sedemikian rupa menjadi hanya sekadar wadah, tempat menaruh sesuatu. Kebiasaan menjadi wadah, berakibat kecenderungan konformitas lebih kuat daripada kreativitas. Produktivitas, karenanya, menjadi sesuatu yang sangat sulit terjadi. Orang lebih nyaman menjadi konsumen daripada bersusah payah berupaya untuk dapat menjadi produsen. Pendidikan kita selama ini, mohon maaf, sepertinya lebih banyak menghasilkan generasi yang pandai mengeluh, membebek, dan memintas. Perubahan paradigma pendidikan diperlukan secara lebih fundamental jika kita berharap bangsa ini dapat lebih produktif dan memilik daya saing global di masa depan. Kalau tidak, pendidikan di republik ini hanya akan terus melahirkan secondhand human being.
Pendidikan karakter yang efektif
Menurut Lickona dkk (2007) terdapat 11 prinsip agar pendidikan karakter dapat berjalan efektif: (1) kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja pendukungnya sebagai fondasi karakter yang baik, (2) definisikan 'karakter' secara komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku, (3) gunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam pengembangan karakter, (4) ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian, (5) beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral, (6) buat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter, dan membantu siswa untuk berhasil, (7) usahakan mendorong motivasi diri siswa, (8) libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggung jawab dalam pendidikan karakter dan upaya untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama yang membimbing pendidikan siswa, (9) tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral dan dukungan jangka panjang bagi inisiatif pendidikan karakter, (10) libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter, (11) evaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh mana siswa memanifestasikan karakter yang baik.
Dalam pendidikan karakter penting sekali dikembangkan nilai-nilai etika inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan--sebagai basis karakter yang baik. Sekolah harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai dimaksud, mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antarmanusia, dan mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebut di sekolah dan masyarakat. Yang terpenting, semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti.
Karakter yang baik mencakup pengertian, kepedulian, dan tindakan berdasarkan nilai-nilai etika inti. Karenanya, pendekatan holistik dalam pendidikan karakter berupaya untuk mengembangkan keseluruhan aspek kognitif, emosional, dan perilaku dari kehidupan moral. Siswa memahami nilai-nilai inti dengan mempelajari dan mendiskusikannya, mengamati perilaku model, dan mempraktekkan pemecahan masalah yang melibatkan nilai-nilai. Siswa belajar peduli terhadap nilai-nilai inti dengan mengembangkan keterampilan empati, membentuk hubungan yang penuh perhatian, membantu menciptakan komunitas bermoral, mendengar cerita ilustratif dan inspiratif, dan merefleksikan pengalaman hidup.
Sekolah yang telah berkomitmen untuk mengembangkan karakter melihat diri mereka sendiri melalui lensa moral, untuk menilai apakah segala sesuatu yang berlangsung di sekolah mempengaruhi perkembangan karakter siswa. Pendekatan yang komprehensif menggunakan semua aspek persekolahan sebagai peluang untuk pengembangan karakter. Ini mencakup apa yang sering disebut dengan istilah kurikulum tersembunyi, hidden curriculum (upacara dan prosedur sekolah; keteladanan guru; hubungan siswa dengan guru, staf sekolah lainnya, dan sesama mereka sendiri; proses pengajaran; keanekaragaman siswa; penilaian pembelajaran; pengelolaan lingkungan sekolah; kebijakan disiplin); kurikulum akademik, academic curriculum (mata pelajaran inti, termasuk kurikulum kesehatan jasmani), dan program-program ekstrakurikuler, extracurricular programs (tim olahraga, klub, proyek pelayanan, dan kegiatan-kegiatan setelah jam sekolah).
Di samping itu, sekolah dan keluarga perlu meningkatkan efektivitas kemitraan dengan merekrut bantuan dari komunitas yang lebih luas (bisnis, organisasi pemuda, lembaga keagamaan, pemerintah, dan media) dalam mempromosikan pembangunan karakter. Kemitraan sekolah-orang tua ini dalam banyak hal sering kali tidak dapat berjalan dengan baik karena terlalu banyak menekankan pada penggalangan dukungan finansial, bukan pada dukungan program. Berbagai pertemuan yang dilakukan tidak jarang terjebak kepada sekadar tawar-menawar sumbangan, bukan bagaimana sebaiknya pendidikan karakter dilakukan bersama antara keluarga dan sekolah.
Pendidikan karakter yang efektif harus menyertakan usaha untuk menilai kemajuan. Terdapat tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian: (1) karakter sekolah: sampai sejauh mana sekolah menjadi komunitas yang lebih peduli dan saling menghargai? (2) Pertumbuhan staf sekolah sebagai pendidik karakter: sampai sejauh mana staf sekolah mengembangkan pemahaman tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk mendorong pengembangan karakter? (3) Karakter siswa: sejauh mana siswa memanifestasikan pemahaman, komitmen, dan tindakan atas nilai-nilai etis inti? Hal seperti itu dapat dilakukan di awal pelaksanaan pendidikan karakter untuk mendapatkan baseline dan diulang lagi di kemudian hari untuk menilai kemajuan.

Menjadi laksanawan
Meski tidak umum, pemunculan istilah laksanawan semoga tidak keliru--wan atau -wati adalah sebuah sufiks dalam bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Sanskerta. Akhiran itu biasanya digunakan bersama-sama dengan kata benda, dan dapat berarti 'orang yang...' Dalam perkembangannya, akhiran -wan mengalami perluasan makna sehingga dapat berarti 'orang yang ahli dan berprofesi dalam bidang...' Misalnya, usahawan orang yang ahli dan berprofesi dalam bidang usaha tertentu. Oleh karena itu, laksanawan dimaksudkan sebagai orang yang ahli melaksanakan apa yang diyakini, orang yang berprofesi melaksanakan apa yang sudah menjadi keyakinan hidupnya. Manusia jenis itu tidak puas dengan hanya wacana. Inilah man of action, in the real meaning. Bersatu antara kata dan perbuatan.
Semoga pendidikan karakter tidak berhenti hanya wacana karena tidak termasuk dalam program 100 hari pemerintah SBY-Boediyono. Pada poin 13, reformasi di bidang pendidikan, hanya disebut: 'Menyambungkan atau mencegah mismatch antara yang dihasilkan lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan dan keperluan pasar tenaga kerja. Banyak yang dihasilkan perguruan tinggi, oleh sekolah-sekolah kejuruan, oleh balai-balai latihan kerja, tidak selalu klop dengan yang diminta pasar tenaga kerja.' Lagi-lagi hanya soal pekerjaan, lalu di mana pendidikan karakter? Who knows?

Oleh Khoiruddin Bashori, Pengamat dan Psikolog Pendidikan

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/

READ MORE - Menata Ulang Pendidikan Karakter Bangsa

Metodologi Pembelajaran berdasarkan nilai-nilai Budaya dan Karakter Bangsa

A. Latar Belakang

Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik. Selain di media massa, para pemuka masyarakat, para ahli, dan para pengamat pendidikan, dan pengamat sosial berbicara mengenai persoalan budaya dan karakter bangsa di berbagai forum seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat.

Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat.

Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya. Pendapat yang dikemukakan para pemuka masyarakat, ahli pendidikan, para pemerhati pendidikan dan anggota masyarakat lainnya di berbagai media massa, seminar, dan sarasehan yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional pada awal tahun 2010 menggambarkan adanya kebutuhan masyarakat yang kuat akan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Apalagi jika dikaji, bahwa kebutuhan itu, secara imperatif, adalah sebagai kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional.

Kepedulian masyarakat mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa telah pula menjadi kepedulian pemerintah. Berbagai upaya pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa telah dilakukan di berbagai direktorat dan bagian di berbagai lembaga pemerintah, terutama di berbagai unit Kementrian Pendidikan Nasional. Upaya pengembangan itu berkenaan dengan berbagai jenjang dan jalur pendidikan walaupun sifatnya belum menyeluruh. Keinginan masyarakat dan kepedulian pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa, akhirnya berakumulasi pada kebijakan pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa dan menjadi salah satu program unggulan pemerintah, paling tidak untuk masa 5 (lima) tahun mendatang. Pedoman sekolah ini adalah rancangan operasionalisasi kebijakan pemerintah dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

B. Pengertian Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan pendidikan.Pengertian yang dikemukakan di sini dikemukakan secara teknis dan digunakan dalam mengembangkan pedoman ini. Guru-guru Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan,dan mata pelajaran lain, yang istilah-istilah itu menjadi pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait, tetap memiliki kebebasan sepenuhnya membahas dan berargumentasi mengenai istilah-istilah tersebut secara akademik.

Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah

dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni. Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang.Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter

bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa.Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik. Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam

proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat. Berdasarkan pengertian budaya, karakter bangsa, dan pendidikan yang telah dikemukakan di atas maka pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif .

Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.

C. Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dari lingkungan budayanya, karena peserta didik hidup tak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya.Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya.

Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh ummat manusia. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing). Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada titik kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi warga negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan norma dan nilai ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (UUD 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yang kokoh untuk mengembangkan keseluruhan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan bangsa.

Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan prestasi itu merupakan kebanggaan bangsa dan menjadikan bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan juga memiliki fungsi untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu itu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, serta mengembangkan prestasi baru yang menjadi karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan inti dari suatu proses pendidikan.

Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter itu menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi,antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni, serta ketrampilan). Dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa,kesadaran akan siapa dirinya dan bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Kesadaran tersebut hanya dapat terbangun dengan baik melalui sejarah yang memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai siapa diri bangsanya di masa lalu

yang menghasilkan dirinya dan bangsanya di masa kini. Selain itu, pendidikan harus membangun pula kesadaran, pengetahuan, wawasan, dan nilai berkenaan dengan lingkungan tempat diri dan bangsanya hidup (geografi), nilai yang hidup di masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya, perlu ada upaya terobosan kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yang menjadi dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yang demikian, nilai dan karakter yang dikembangkan pada diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki dampak nyata dalam kehidupan diri, masyarakat, bangsa, dan bahkan umat manusia.

Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.

D. Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:

  1. pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa;
  2. perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan
  3. penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

E. Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:

  1. mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
  2. mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
  3. menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
  4. mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
  5. mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

F. Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini.

  1. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
  2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
  3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
  4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Selengkapnya download di sini

READ MORE - Metodologi Pembelajaran berdasarkan nilai-nilai Budaya dan Karakter Bangsa

Rabu, 15 September 2010

Dell Pamer Hasil 'Perkawinan' Tablet dan Netbook

San Francisco - Sesudah kemunculan Apple iPad, pasar komputer tablet kian padat saja. Tidak salah jika kemudian Dell coba membuat diferensisasi dalam sosok sebuah tablet yang 'dikawinkan' dengan netbook.
Dell memamerkan tablet unik tersebut dalam perhelatan Intel Development Forum 2010. Dengan nama Inspiron Duo, tablet tersebut dapat seketika diubah menjadi netbook jika pengguna menghendakinya.
Bagaimana caranya? Ternyata di balik layar Inspiron Duo, ada keyboard dalam keadaan terlipat. Nah, cukup buka lipatan tersebut kemudian putar layar tablet ke posisi sebaliknya. Jadilah sebuah laptop.
"Produk ini adalah tablet 10 Inch paling powerful di dunia. Desainnya memungkinkan Anda memakainya dalam urusan bisnis ataupun untuk sekadar rileks," klaim Dave Zavelson, manajer marketing Dell.
Tidak banyak detail diungkap untuk tablet yang rencananya akan meluncur tahun depan ini. Yang jelas, Inspiron Duo memakai prosesor dual core Intel Atom N550 dan menggunakan sistem operasi Windows 7.
Dengan keistimewaannya tersebut, bukan tidak mungkin Inspiron Duo bakal dilirik para penggemar komputer tablet. Demikian seperti detikINET kutip dari V3, Kamis (16/9/2010).

Sumber : http://www.detikinet.com/

 

Baca juga:

READ MORE - Dell Pamer Hasil 'Perkawinan' Tablet dan Netbook

Selasa, 07 September 2010

Apa itu Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau “Classroom Action Research” (CAR):

  • Penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek sama dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti
  • Tindakan, menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu.Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.
  • Kelas, dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas,teapi dalam pengertian yang lebih spesifik.Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran,yang dimaksud dengan istilah kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama,menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. (Suharsimi Arikunto, 2008 : 2-3).

Karakteristik PTK :

  • Didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional
  • Adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya
  • Peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi
  • Bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek instruksional
  • Dilakukan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus

Macam/Jenis penelitian

- Menurut tujuan penelitiannya :

  • penelitian eksploratif,
  • deskriptif,
  • eksperimen,
  • evaluasi.

- Menurut model penelitiannya :

  • penelitian kuantitatif dan
  • penelitian kualitatif.

- Menurut keberadaan atau tersedianya data :

  • penelitian eksperimen dan
  • non eksperimen.

- Penelitian tindakan menurut tujuannya :

  • penelitian tindakan partisipatif
  • penelitian tindakan kritis
  • penelitian tindakan institusi
  • penelitian tindakan kelas.

Tujuan PTK :

  • Meningkatkan mutu isi, asupan, proses, dan hasil pembelajaran;
  • Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam mengatasi masalah pembelajaran di dalam dan di luar kelas;
  • Meningkatkan mutu profesionalitas guru;
  • Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah, hingga tercipta sikap proaktif dalam upaya perbaikan mutu pembelajaran secara berkelanjutan.

Sasaran/Objek PTK :

  • siswa, guru, bahan ajar, peralatan/ sarana / media / sumber pembelajaran, proses dan hasil pembelajaran, lingkungan, pengelolaan sistem pembelajaran

Mengapa PTK ?

  • PTK menjadikan guru lebih peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya,
  • PTK dapat meningkatkan kinerja guru lebih profesional, sehingga tidak terjebak pada rutinitas kerja
  • PTK memperbaiki proses dan hasil pembelajaran,
  • PTK tidak mengganggu tugas pokok guru, tidak perlu meninggalkan kelasnya, PTK menjadi kegiatan penelitian yang terintegrasi dalam proses pembelajaran di kelas
  • PTK menjadikan guru lebih kreatif, karena menuntut guru selalu melakukan inovasi-inovasi sebagai implementasi dan adaptasi dari teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakai.

Model-model PTK

  1. PTK model Kurt Lewin: empat langkah dalam setiap siklusnya, yaitu : (a) Perencanaan (Planning), (b) Aksi atau Tindakan (Action), (c) Observasi (Observing), (d) Refleksi (Reflecting).
  2. PTK model Ernest Stringer hasil modifikasi model Kurt Lewin menjadi tiga langkah saja, yaitu (a) perencanaan (planning), (b) pelaksanaan (implementing), (c) penilaian (evaluating).
  3. PTK model Kemmis & Mc. Taggart setelah satu siklus selesai kemudian disusul perencanaan ulang untuk dilaksanakan dalam siklus tersendiri yang kemungkinan berbeda dengan siklus yang pertama, hingga pelaksanaan PTK bisa lebih dari dua siklus sampai dengan diketemukan model pembelajaran yang lebih efisien dan efektif.
  4. PTK model John Elliot : setiap siklus dimungkinkan beberapa aksi, dalam setiap aksi dimungkinkan beberapa langkah yang terealisasi dalam kegiatan pembelajaran. Terincinya setiap tindakan ke dalam beberapa sub pokok bahasan/bahan ajar perlu dilakukan karena berdasarkan pengalaman setiap pokok bahasan sulit diselesaikan dalam satu tindakan saja.

Prinsip - Prinsip PTK

Enam prinsip PTK, yaitu :

  1. PTK tidak mengganggu komitmen sebagai pengajar
  2. Tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga mengganggu proses pembelajaran
  3. Metodologi yang digunakan harus reliable, memungkinkan guru mengidentifikasi dan merumuskan hipotesis secara meyakinkan,mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, memperoleh data yang dapat digunakan untuk menjawab hipotesis
  4. Masalah program yang diusahakan guru merupakan masalah yang merisaukan, bertolak dari tanggung jawab profesional
  5. Guru harus bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap proses dan prosedur yang berkaitan dengan pekerjaannya
  6. Dalam PTK sejauh mungkin digunakan class room exerding perspektive, permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan atau mata pelajaran tertentu,melainkan perspektif visi dan misi sekolah secara keseluruhan

Prosedur PTK

1. Penetapan fokus masalah penelitian :

a. Merasakan adanya masalah pembelajaran

b. Analisis masalah

c. Perumusan masalah

2. Perencanaan tindakan :

a. Merancang skenario pembelajaran,

b. Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas,

c. Mempersiapkan instrumen untuk merekam dan menganalisis data terhadap proses dan hasil tindakan,

d. Melaksanakan simulasi tindakan perbaikan untuk menguji keterlaksanaan rancangan tindakan.

3. Pelaksanaan tindakan:siapa melakukan apa, kapan, di mana, dan bagaimana melakukannya.

    Pada waktu yang bersamaan   dilakukan observasi dan interpretasi, disertai refleksi terhadap keseluruhan kegiatan yang telah dilakukan.

4. Pengamatan dan Interpretasi :

dilakukan perekaman data proses dan hasil pelaksanaan keseluruhan kegiatan untuk mengumpulkan bukti hasil tindakan agar dapat dievaluasi dan dijadikan bahan refleksi.

5. Refleksi : dilakukan analisis data mengenai proses, masalah, dan hambatan yang dijumpai serta dilanjutkan dengan refleksi terhadap dampak pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan.

Rangkuman Prosedur PTK

Prosedur penelitian tindakan kelas meliputi :

(1) penentuan judul penelitian,

(2) penyusunan deskripsi pendahuluan,

(3) identifikasi masalah pembelajaran,

(4) perumusan masalah,

(5) pelaksanaan tindakan sesuai dengan scenario PTK yang telah disiapkan,

(6) pengamatan, analisis, dan interpretasi data,

(7) refleksi hasil analisis data.

Secara prosedural dalam arus penelitian tindakan kelas, nampak bahwa empat langkah dalam PTK (perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi) merupakan satu siklus yang komprehensif,saling terkait, dan berkelanjutan.

PROPOSAL P T K

Proposal adalah perencanaan yang sistematis untuk melaksanakan PTK, berisi komponen dan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam melaksanakan PTK.

Kerangka proposal PTK memuat : judul penelitian, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian teori/kajian pustaka, metodologi penelitian yang berisi subyek dan obyek, rancangan tindakan, teknik observasi, interpretasi, evaluasi, dan refleksi, instrument, desain peneltian beserta siklusnya, dan jadwal kegiatan PTK.

PELAKSANAAN PTK

KERANGKA ISI LAPORAN PTK

Halaman Judul, Halaman Pengesahan, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Lampiran

Bab I Pendahuluan :Latar belakang dan Rumusan masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian

Bab II Kajian Teori/Kajian Pustaka, Uraian Konsep, dan Hipotesis yang berisi uraian teori dan pustaka terkait dengan tujuan dan masalah PTK

Bab III Metodologi Penelitian, mendiskripsikan Subjek Penelitian, Bentuk Tindakan, Prosedur Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Indikator Keberhasilan, dan Analisis Data serta Refleksi

Bab IV Hasil Penelitian, berisi implementasi tindakan setiap siklus, data lengkap setiap siklus beserta analisisnya, tindak lanjut,penilaian terhadap tindakan, perubahan pada siswa, guru dan kelas, serta pembahasan keseluruhan siklus,

Bab V Simpulan dan saran

Daftar Pustaka

Lampiran : Instrumen yang digunakan dalam PTK, contoh isian proses dan hasil tindakan, foto-foto kegiatan, daftar hadir, catatan hasil pengamatan, surat izin peneliti, dan lain-lain.

 

PENJELASAN KOMPONEN POKOK USULAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
(CLASSROOM ACTION RESEARCH)

A. JUDUL PENELITIAN

Judul hendaknya singkat

(maksimal 20 kata); spesifik; dan cukup jelas menggambarkan masalah yang akan diteliti, tindakan untuk mengatasi masalah, hasil yang diharapkan dan tempat penelitian

B. BIDANG KAJIAN

Tuliskan bidang kajian penelitian tindakan kelas yang diteliti, misalnya masalah belajar siswa di kelas, desain, dan strategi pembelajaran, alat bantu, media dan sumber belajar, system asesmen dan evaluasi pengembangan pribadi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan lainnya atau masalah kurikulum.

C. PENDAHULUAN

Penelitian dilakukan untuk memecahkan permasalahan pendidikan dan pembelajaran. Kemukakan secara jelas bahwa masalah yang diteliti merupakan sebuah masalah yang nyata terjadi di sekolah, dan diagnosis dilakukan oleh dosen bersama guru dan/atau tenaga kependidikan lainnya di sekolah. Masalah yang akan diteliti merupakan sebuah masalah yang penting dan mendesak untuk dipecahkan, serta dapat dilaksanakan dilihat dari segi ketersediaan waktu, biaya dan daya dukung lainnya yang dapat memperlancar penelitian tersebut. Setelah diidentifikasi masalah penelitiannya, maka selanjutnya perlu dianalisis dan dideskripsikan secara cermat akar penyebab dari masalah tersebut. Penting juga digambarkan situasi kolaboratif antar anggota peneliti dalam mencari masalah dan akar penyebab munculnya masalah tersebut. Prosedur yang digunakan dalam mengidentifikasi masalah perlu dikemukakan secara jelas dan sistematis.

D. PERUMUSAN DAN PEMECAHAN MASALAH

1. Perumusan Masalah

Rumuskan masalah penelitian dalam bentuk suatu rumusan penelitian tindakan kelas. Rumusan masalah sebaiknya menggunakan kalimat tanya. Masalah perlu dilepaskan secara operasional dan ditetapkan lingkup penelitiannya.

2. Pemecahan masalah

Identifikasi alternative tindakan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah. Berikan argumentasi yang logis mengenai pilihan tindakan yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah.

E. TUJUAN PENELITIAN

Kemukakan secara singkat dan jelas tujuan penelitian yang ingin dicapai dengan mendasarkan pada permasalahan yang dikemukakan.

F. MANFAAT HASIL PENELITIAN

Uraikan hasil penelitian terutamanya untuk perbaikan kualitas pendidikan dan/atau pembelajaran, sehingga tampak manfaatnya bagi siswa, guru, komponen pendidikan terkait di sekolah, dan dosen. Kemukakan hal-hal baru sebagai hasil kreativitas pembelajaran yang akan dihasilkan dari penelitian ini.

G. KAJIAN PUSTAKA

Uraikan dengan jelas kajian teoretis dan empiris yang menumbuhkan gagasan usulan PTK yang sejalan dengan rumusan dan hipotesis (bila ada). Kemukakan juga teori dan hasil penelitian lain yang mendukung pilihan tindakan untuk mengatasi permasalahan penelitian tersebut. Uraian ini digunakan sebagai dasar penyusunan kerangka berpikir yang akan digunakan dalam penelitian.

H. RENCANA DAN PROSEDUR PENELITIAN

Kemukakan subyek penelitian, waktu dan lamanya tindakan, serta tempat penelitian secara jelas. Uraikan secara jelas prosedur/langkah-langkah penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan. Prosedur hendaknya dirinci dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi-refleksi yang bersifat siklus.

Dalam perencanaan uraikan secara rinci hal-hal diperlukan sebelu pelaksanaan tindakan (seperti: penyiapan perangkat pembelajaran berupa skenario pembelajaran, media, bahan, dan alat, instrumen observasi, evaluasi, dan refleksi). Dalam pelaksanaan tindakan uraikan bagaimana tahapan-tahapan tindakan yang akan dilakukan oleh guru maupun siswa pada awal, pertengahan dan akhir pembelajaran, Dalam tahap observasi uraikan cara asesmen dan pensekoran. Dalam tahap refleksi uraikan prosedur, alat, pelaku, dan sumber informasi.

Lanjutan RENCANA DAN PROSEDUR PENELITIAN

Tunjukan siklus-siklus kegiatan penelitian dengan menguraikan indikator keberhasilan yang dicapai dalam setiap siklus sebelum pindah ke siklus lain. Untuk memantapkan hasil tindakan, tiap-tiap siklus sebaiknya dilakukan secara terus menerus dalam PTK sesuai dengan siklus yang dipersiapkan oleh dosen (ketua peneliti) untuk melakukan tindakan dan/atau melaksanakan observasi proses (perekam kegiatan pembelajaran) dan hasil dalam PTK. Dalam hal ini peran guru dapat bergantian: pada suatu saat dapat sebagai pengajar dan pada saat yang lain dapat sebagai pengamat. Dalam rencana pelaksanaan tindakan kelas perlu setiap tahapan hendaknya digambarkan peranan dan intensitas kegiatan masing-masing anggota peneliti, sehingga tampak jelas tingkat kualitas kolaborasi dalam penelitian tersebut.

I. JADWAL PENELITIAN

Buatlah jadwal kegiatan penelitian yang meliputi perencanaan, persiapan, pelaksanaan monitoring, seminar dan penyusunan laporan hasil penelitian dalam bentuk Gantt Chart.

J. BIAYA PENELITIAN

  1. Honorarium ketua dan anggota peneliti, maksimal 30% dari total biaya yang diusulkan.
  2. Biaya operasional kegiatan penelitian. Pembelian bahan habis pakai yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian, sesuai keperluan.
  3. Biaya perjalanan disesuaikan dengan kebutuhan riil di lapangan termasuk biaya perjalanan anggota peneliti ke tempat penelitian kecuali untuk guru tidak dibenarkan mendapat biaya perjalanan ke sekolahnya sendiri maksimal 15%.
  4. Biaya seleksi internal, seminar local, publikasi dan diseminasi hasil penelitian (maksimal 10%).
  5. Biaya penelitian sebanyak 70%dari total akan diterimakan pada saat penandatanganan. Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian dan sisanya (30%) diterimakan sesudah penyerahan laporan akhir. Lain-lain pengeluaran seperti pembuatan laporan, foto copy, pembelian alat tulis menulis (maksimal 10%).

K. PERSONALIA PENELITIAN

Jumlah personalia penelitian minimal 3 orang, maksimal 5 orang. Rincilah nama personalia tim peneliti serta peran dan waktu yang disediakan untuk kegiatan penelitian ini.

L. DAFTAR PUSTAKA

Dafta pustaka, yang dituliskan secara konsisten menurut model APA, MLA atau Turabian

M. LAMPIRAN-LAMPIRAN

  1. Instrumen penelitian (sertakan semua instrumen penelitian yang telah berhasil dikembangkan)
  2. Curriculum Vitae Ketua Peneliti dan Masing-masing Anggota Peneliti (Cantumkan Nama, Tempat dan Tanggal Lahir, Jenis Kelamin, Golongan, Pangkat, Jabatan, Alamat Kantor, Nomor Telepon Kantor/Fax, Alamat rumah, Nomor Telepon Rumah/HP, Riwayat Pendidikan dan Pengalaman Penelitian yang relevan).
  3. Surat keterangan ketua peneliti.
  4. Surat keterangan dekan.

SISTEMATIKA LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN TINDAKANKELAS
(CLASSROOM ACTION RESEARCH)

HALAMAN SAMPUL LAPORAN PENELITIAN i

HALAMAN PENGESAHAN ii

ABSTRAK iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

BAB I PENDAHULUAN viii

BAB II KAJIAN PUSTAKA ix

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN xi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN xii

BAB V SIMPULAN DAN SARAN xiii

DAFTAR PUSTAKA xiiii

LAMPIRAN –LAMPIRAN

HALAMAN MUKA LAPORAN HASIL PENELITIAN

Halaman kulit muka Laporan Hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat dilihat di halaman contoh terlampir.

HALAMAN PENGESAHAN

Halaman pengesahan Laporan Akhir Penelitian Tindakan Kelas, ditandatangani oleh peneliti dan kepala sekolah.

ABSTRAK

Menguraikan dengan singkat unsur –unsur permasalahan, tujuan, prosedur, dan hasil penelitian. Diketik satu spasi dengan font 10 dalam bahasa inggris

KATA PENGANTAR

Berisi fakta – fakta yang ingin disampaikan oleh peneliti sehubungan dengan pelaksanaan penelitian dan hasil yang dicapai. Dibagian ini dapat pula disampaikan ucapan terima kasih kepada pihak –pihak yang berjasa dalam pelaksanaan penelitian.

DAFTAR ISI

Berisi fakta – fakta yang ingin disampaikan oleh peneliti sehubungan dengan pelaksanaan penelitian dan hasil yang dicapai. Di bagian ini dapat pula disampaikan ucapan terima kasih kepada pihak –pihak yang berjasa dalam pelaksanaan penelitian.

DAFTAR TABEL

Berisikan daftar nomor dan judul semua tabel yang ada dalam laporan serta halamannya.

DAFTAR GAMBAR

Berisikan nomor dan judul semua gambar atau foto yang ada dalam laporan serta halamannya. Proses gambar atau info yang dimaksud adalah gambar/info yang diambil selama proses penelitian berlangsung dan berguna antara lain, untuk menggambarkan situasi kelas laboratorium atau mimic seorang peserta didik yang dapat memperkuat uraian dalam komponen penemuan

BAB I PENDAHULUAN

Memuat unsur latar belakang masalah, data awal tentang permasalahan pentingnya masalah dipecahkan, identifikasi masalah, analisis dan rumusan masalah, hipotesis tindakan (bila diperlukan), tujuan dan manfaat penelitian serta definisi operasional.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Menguraikan teori terkait dan temuan penelitian yang relevan yang memberi arah ke pelaksanaan PTK dan usaha peneliti membangun argumen teoritik bahwa dengan tindakan tertentu dimungkinkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan dan pembelajaran, bukan untuk membuktikan teori

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Mengandung unsure deskripsi lokasi, waktu, mata pelajaran, karakteristik siswa di sekolah sebagai subjek penelitian. Kejelasan tiap siklus rancangan, pelaksanaan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Tindakan yang dilakukan bersifat rasional dan fleksibel serta collaborative.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Menyajikan uraian masing – masing siklus dengan data lengkap, mulai dari perencanaan, pelaksanaan pengamatan dan refleksi yang berisi penjelasan tentang aspek keberhasilan dan kelemahan yang terjadi. Perlu ditambahkan hal yang mendasar yaitu, hasil perubahan pada diri siswa, lingkungan, guru sendiri, motivasi dan aktivitas, belajar, situasi kelas, hasil belajar. Gunakan grafik dan/atau tabel secara optimal, kemukakan hasil analisis data yang menunjukkan perubahan yang terjadi disertai pembahasan.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Menyajikan simpulan hasil penelitian (potret kemajuan) sesuai dengan tujuan penelitian. Berikan saran tindak lanjut berdasarkan pembahasan hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Memuat semua sumber pustaka yang digunakan dalam penelitian secara alphabetis

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Memuat instrumen penelitian, perangkat pembelajaran, personalia peneliti, riwayat hidup semua peneliti, data penelitian, dan bukti lain pelaksanaan penelitian.

 

 

Materi terkait :

READ MORE - Apa itu Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Senin, 06 September 2010

Model / Metode Pembelajaran yang Efektif

Model / strategi / Metode Pembelajaran yang  efektif ada beberapa macam, diantaranya :

Model

Examples Non Examples

CONTOH DAPAT DARI KASUS/GAMBAR YANG RELEVAN DENGAN KD

Langkah-langkah Model Examples Non Examples :

  1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
  2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
  3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar
  4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas
  5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
  6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
  7. Kesimpulan

Model Picture and Picture

Langkah-langkah Model Picture and Picture :

  1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
  2. Menyajikan materi sebagai pengantar
  3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
  4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
  5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
  6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
  7. Kesimpulan/rangkuman

Model

Numbered Heads Together

(KEPALA BERNOMOR)

(SPENCER KAGAN, 1992)

Langkah-langkah Model Numbered Heads Together :

  1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
  2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
  3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
  4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
  5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
  6. Kesimpulan

MODEL

COOPERATIVE SCRIPT

COOPERATIVE SCRIPT (komperativ skrip):

Metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari

Langkah-langkah :

  1. Guru membagi siswa untuk berpasangan
  2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
  3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
  4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.

Sementara pendengar :

  • Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
  • Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya
  1. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti di atas.
  2. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru
  3. Penutup

Model

KEPALA BERNOMOR STRUKTUR

Langkah-langkah Model  KEPALA BERNOMOR STRUKTUR :

  1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
  2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai

Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.

  1. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka
  2. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
  3. Kesimpulan

Model

STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

TIM SISWA KELOMPOK PRESTASI
(SLAVIN, 1995)

Langkah-langkah :

  1. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
  2. Guru menyajikan pelajaran
  3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat  menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
  4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu
  5. Memberi evaluasi
  6. Kesimpulan

Model

JIGSAW (MODEL TIM AHLI)

(ARONSON, BLANEY, STEPHEN, SIKES, AND SNAPP, 1978)

(ARONSON, BLANEY, STEPHEN, SIKES, AND SNAPP, 1978)

Langkah-langkah :

  1. Siswa dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim
  2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
  3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
  4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/ sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
  5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
  6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
  7. Guru memberi evaluasi
  8. Penutup

Model

PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI) 

(PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH)

Langkah-langkah :

  1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
  2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
  3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
  4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
  5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

Metode

ARTIKULASI

Langkah-langkah Metode Artikulasi :

  1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
  2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
  3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
  4. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya
  5. Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya
  6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
  7. Kesimpulan/penutup

Model

MIND MAPPING

Model Pembelajaran Mind Mapping Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban

Langkah-langkah :

  1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
  2. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa dan sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
  3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
  4. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
  5. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
  6. Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi perbandingan sesuai konsep yang disediakan guru

Model

MAKE – A MATCH

MENCARI PASANGAN (Lorna Curran, 1994)

Langkah-langkah :

  1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
  2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu
  3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
  4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
  5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
  6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
  7. Demikian seterusnya
  8. Kesimpulan/penutup

Model

THINK PAIR AND SHARE

(FRANK LYMAN, 1985)

Langkah-langkah :

  1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
  2. Siswa diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
  3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
  4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
  5. Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa
  6. Guru memberi kesimpulan
  7. Penutup

Model

DEBATE

Langkah-langkah :

  1. Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya kontra
  2. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok di atas
  3. Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara saat itu, kemudian ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
  4. Sementara siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide diharapkan.
  5. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
  6. Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.

Model

ROLE PLAYING

Langkah-langkah :

  1. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
  2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum KBM
  3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang
  4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
  5. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan
  6. Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan
  7. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan masing-masing kelompok.
  8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
  9. Guru memberikan kesimpulan secara umum
  10. Evaluasi
  11. Penutup

Model

GROUP INVESTIGATION

Langkah-langkah :

  1. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
  2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
  3. Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain
  4. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif  yang bersifat penemuan
  5. Setelah selesai diskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompok
  6. Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan
  7. Evaluasi
  8. Penutup

Model

TALKING STICK

Langkah-langkah :

  1. Guru menyiapkan sebuah tongkat
  2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi.
  3. Setelah selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, siswa menutup bukunya.
  4. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru
  5. Guru memberikan kesimpulan
  6. Evaluasi
  7. Penutup

Model

BERTUKAR PASANGAN

Langkah-langkah :

  1. Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru bisa menunjuk pasangannya atau siswa memilih sendiri pasangannya).
  2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
  3. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain.
  4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.
  5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.

Model

SNOWBALL THROWING

Langkah-langkah :

  1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
  2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
  3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya
  4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
  5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit
  6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
  7. Evaluasi
  8. Penutup

Model

STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING

Siswa/peserta mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta lainnya

Langkah-langkah :

  1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
  2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
  3. Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya misalnya melalui bagan/peta konsep.
  4. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa.
  5. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
  6. Penutup

Model

COURSE REVIEW HORAY

Langkah-langkah :

  1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
  2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
  3. Memberikan kesempatan siswa tanya jawab
  4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing siswa
  5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (Ö) dan salah diisi tanda silang (x)
  6. Siswa yang sudah mendapat tanda Ö vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak horay … atau yel-yel lainnya
  7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh
  8. Penutup

Model

DEMONSTRATION

(Khusus materi yang memerlukan peragaan atau percobaan misalnya Gussen)

Langkah-langkah :

  1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
  2. Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan disampaikan
  3. Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan
  4. Menunjuk salah seorang siswa untuk mendemontrasikan sesuai skenario yang telah disiapkan.
  5. Seluruh siswa memperhatikan demontrasi dan menganalisanya.
  6. Tiap siswa mengemukakan hasil analisanya dan juga pengalaman siswa didemontrasikan.
  7. Guru membuat kesimpulan.

Model

EXPLICIT INTSRUCTION

(PENGAJARAN LANGSUNG)

(ROSENSHINA & STEVENS, 1986)

Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan  dengan pola selangkah demi selangkah

Langkah-langkah :

  1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
  2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan
  3. Membimbing pelatihan
  4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
  5. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan

Model

COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC)

KOOPERATIF TERPADU MEMBACA DAN MENULIS

(STEVEN & SLAVIN, 1995)

Langkah-langkah :

  1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen
  2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran
  3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
  4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
  5. Guru membuat kesimpulan bersama
  6. Penutup

Model

INSIDE-OUTSIDE-CIRCLE

(LINGKARAN KECIL-LINGKARAN BESAR)

OLEH SPENCER KAGAN

“Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur”

Langkah-langkah :

  1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar
  2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam
  3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan
  4. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
  5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya

Model

TEBAK KATA

MEDIA :

Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang mengarah pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak.

Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-kata atau istilah yang mau ditebak (kartu ini nanti dilipat dan ditempel pada dahi atau diselipkan di telinga.

Langkah-langkah :

  1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi ± 45 menit.
  2. Guru menyuruh siswa berdiri berpasangan di depan kelas
  1. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10×10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5×2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga.
  2. Sementara siswa membawa kartu 10×10 cm membacakan kata-kata yang tertulis di dalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10×10 cm. jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga.
  3. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya.
  4. Dan seterusnya

CONTOH KARTU

Perusahaan ini tanggung-jawabnya tidak terbatas

Dimiliki oleh 1 orang

Struktur organisasinya tidak resmi

Bila untung dimiliki,diambil sendiri

NAH … SIAPA … AKU ?

JAWABNYA :   PERUSAHAAN  PERSEORANGAN

CONSEPT SENTENCE

Langkah-langkah :

  1. Guru menyampaikan kompentensi yang ingin dicapai.
  2. Guru menyajikan materi secukupnya.
  3. Guru membentuk kelompok yang anggotanya ± 4 orang secara heterogen.
  4. Guru Menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi yang disajikan.
  5. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan minimal 4 kata kunci setiap kalimat.
  6. Hasil diskusi kelompok didiskusikan kembali secara pleno yang dipandu oleh Guru.
  7. Kesimpulan.

Model

TIME TOKEN (ARENDS 1998)

Struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali

Langkah-langkah :

  1. Kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learning / CL)
  2. Tiap siswa diberi kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik. Tiap siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan.
  3. Bila telah selesai bicara kupon yang dipegang siswa diserahkan. Setiap berbicara satu kupon.
  4. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Yang masih pegang kupon harus bicara sampai kuponnya habis.
  5. Dan seterusnya

Model

KELILING KELOMPOK

Maksudnya agar masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lainnya

Caranya ………….?

  1. Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan
    1. Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya
    2. Demikian seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan

Model

TARI BAMBU

Agar siswa saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dalam waktu singkat secara teratur strategi ini cocok untuk materi yang membutuhkan pertukaran pengalaman pikiran dan informasi antar siswa

Caranya?

  1. Separuh kelas atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak berdiri berjajar . Jika ada cukup ruang mereka bisa berjajar di depan kelas. Kemungkinan lain adalah siswa berjajar di sela-sela deretan bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan kelompok karena diperlukan waktu relatif singkat.
  2. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama
  3. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi sinformasi.
  4. Kemudian satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke ujung lainnya di jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara ini masing-masing siswa mendapat pasangan yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus sesuai dengan kebutuhan

DUA TINGGAL DUA TAMU

(TWO STAY TWO STRAY)

SPENCER KAGAN 1992

Memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya.

Caranya :

  1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang
  2. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain
  3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka
  4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain
  5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka
READ MORE - Model / Metode Pembelajaran yang Efektif

Kamis, 02 September 2010

STRATEGI PEMBELAJARAN CTL

Abstrak

Dunia pendidikan di Indonesia sesungguhnya telah mengalami reformasi besar-besaran sejak digulirkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Filosofi pembelajaran telah bergeser dari strukturalisme/objektivisme/behaviorisme ke arah konstruktivisme. Orientasi kurikulum berubah, dari berorientasi materi (Content Based Curriculum) ke arah kompetensi (Competency Based Curriculum). Perubahan mendasar ini tentu tidak akan memiliki banyak arti manakala tidak didukung oleh komponen-komponen yang lain untuk juga melakukan perubahan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa perubahan kurikulum tersebut belum mendapat dukungan yang seimbang dari para pelaku kurikulum di sekolah, khususnya guru. Hal ini mengakibatkan dunia pendidikan kita belum mengalami perkembangan yang signifikan. Dengan demikian, diharapkan kemauan yang sungguh-sungguh dari para guru sebagai pelaku kurikulum di sekolah untuk melakukan perubahan sesuai dengan paradigma yang berlaku saat ini.
Latar Belakang
Dunia pendidikan kita sesungguhnya telah mengalami reformasi besar-besaran sejak digulirkannya kurikulum 2004, yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum berbasis kompetensi bahkan bukan sekedar reformasi kurikulum, tetapi barangkali lebih tepat disebut revolusi kurikulum. Hal ini disebabkan dalam KBK telah terjadi perubahan hingga menyentuh hal yang paling prinsip dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Filosofi pembelajaran telah bergeser dari strukturalisme/objektivisme/ behaviorisme ke arah konstruktivisme. Jika sebelumnya kurikulum kita lebih berorientasi materi (Content Based Curriculum), saat ini lebih ditekankan pada kompetensi (Competency Based Curriculum). Dengan kata lain, jika pada kurikulum sebelumnya guru mengajar dimulai dari kata tanya, ”siswa tahu apa?” sehingga siswa akan diajari untuk tahu tentang sesuatu. Pada KBK guru mengajar berangkat dari sebuah pertanyaan, ”siswa bisa apa?” Hal ini didasari pemikiran bahwa, mereka yang tahu belum tentu bisa, tetapi mereka yang bisa sudah barang tentu mereka tahu. Dengan demikian, diharapkan kelak setelah lulus siswa mampu hidup dengan skills (baca: kompetensi) yang didapatnya dari dunia pendidikan.
Sebagai suatu konsep, tentu saja KBK, yang dalam pelaksanaannya disempurnakan menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) pada tahun 2006 tidak akan memiliki makna jika tidak didukung oleh kemauan berbagai pihak, terutama guru, dalam mengimplementasikannya. Kemauan ini di antaranya dapat berupa kemampuan guru dalam memahami konsep dasar mengajar dan memilih satrategi pembelajaran yang sejalan dan sesuai dengan KBK maupun KTSP.
Konsep Dasar Mengajar
Bagi guru, memahami konsep dasar mengajar merupakan hal yang sangat esensial. Kemampuan memahami dan menempatkan konsep dasar mengajar inilah yang menjadi penentu perilaku guru dalam kegiatan pembelajaran. Jika seorang guru beranggapan bahwa mengajar adalah sekedar transformasi pengetahuan, maka dia akan berusaha sedapat mungkin agar pengetahuan yang dimilikinya dapat ditransfer kepada siswa-siswanya melalui cara yang diyakininya efektif. Dalam keadaan demikian, posisi siswa menjadi sangat lemah, baik dalam proses maupun hasil. Dalam proses, siswa menjadi lemah karena harus patuh terhadap apapun yang diinstruksikan sang guru meskipun tidak sesuai dengan keinginan hatinya. Sedang dalam hasil, siswa menjadi lemah karena dia hanya menjadi potret mini gurunya, yang itu belum tentu sesuai dengan tuntutan dunia yang dihadapinya kelak. Kondisi yang demikian jelas tidak menguntungkan. Karenanya, guru harus mampu menempatkan diri pada konsep dasar mengajar yang benar, yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Sedikitnya ada empat hal yang membedakan prilaku masing-masing guru dalam kegiatan pembelajaran sebagai akibat perbedaannya dalam memahami konsep dasar mengajar sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.

Mengajar untuk Menyampaikan Materi

Mengajar untuk Mencapai Kompetensi

§ Proses pengajaran berorientasi pada guru (teacher centered)


§ Siswa sebagai objek belajar


§ Kegiatan pembelajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu


§ Tujuan pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran

§ Proses pengajaran bertorientasi pada siswa (student centered)

§ Siswa sebagai subjek belajar

§ Kegiatan pembelajaran berlangsung di mana saja

§ Tujuan pembelajaran adalah tercapainya kompetensi

 

 

 

 

Dari tabel di atas dapat diambil pengertian bahwa, jika kita sepakat melakukan reformasi dengan berpedoman pada KBK dan KTSP, maka yang harus dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran adalah (1) menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan pembelajaran, (2) menjadikan siswa sebagai subjek belajar, (3) tidak membatasi ruang dan tempat pembelajaran, serta (4) menempatkan ketercapaian kompetensi sebagai tujuan pembelajaran.
Menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan pembelajaran adalah bahwa, kegiatan pembelajaran tidak semata-mata ditentukan oleh selera guru, akan tetapi lebih ditentukan oleh siswa itu sendiri. Hendak belajar apa siswa dari topik yang dipelajari, bagaimana cara memelajarinya, bukan hanya guru yang menentukan. Siswa mempunyai kesempatan untuk belajar sesuai dengan gayanya sendiri. Dengan demikian, peran guru berubah dari peran sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi peran sebagai fasilitator, dinamisator, dan katalisator. Guru hanyalah salah satu sumber belajar yang lebih berperan sebagai orang yang membantu siswa untuk belajar.
Menjadikan siswa sebagai subjek belajar memiliki arti siswa tidak dianggap sebagai organisme yang pasif, yang hanya sebagai penerima informasi, akan tetapi dipandang sebagai organisme yang aktif, yang memiliki potensi untuk berkembang. Siswa adalah individu yang memiliki kemampuan dan potensi.
Tidak membatasi ruang dan tempat pembelajaran dapat dipahami bahwa, proses pembelajaran dapat terjadi di mana saja. Kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan kesesuain dengan kompetensi dasar yang sedang dipelajari. Ketika siswa memelajari KD menyusun paragraf deskriptif bertemakan alam misalnya, maka yang paling tepat tentunya siswa diajak ke alam terbuka agar apa yang mereka tulis betul-betul memiliki makna deskripsi yang utuh dan luas.
Sedangkan yang dimaksud menempatkan ketercapaian kompetensi sebagai tujuan pembelajaran adalah memahami bahwa tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi, akan tetapi proses untuk mencapai suatu kompetensi.  Oleh karena itu penguasaan materi pelajaran bukanlah akhir dari proses pembelajaran, akan tetapi hanya tujuan antara untuk mengantarkan pada kompetensi tertentu.
CTL sebagai Pendekatan Pembelajaran Ramah Siswa
CTL merupakan suatu konsep belajar yang dimotori John Dewey pada tahun 1916. Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari pemahaman progresivisme John Dewey. Dalam pembelajaran kontekstual guru dituntut menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga  dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk siswa bekerja dan mengalami, bukan sekedar transfer pengertahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil belajar.
Beberapa hal yang menjadi fokus pendekatan pembelajaran kontekstual adalah:

  1. Belajar Berbasis Masalah (Problem Based Learning), yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan memecahkan masalah.
  2. Pengajaran Autentik (Authentic Instruction), yaitu pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa untuk memelajari konteks bermakna. Ia mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata.
  3. Belajar Berbasis Inquiri (Inquiry Based Learnig), yang membutuhkan strategi pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
  4. Belajar Berbasis Proyek/Tugas (Project Based Learning), suatu pendekatan pembelajaran komprehensif di mana lingkungan belajar didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik, termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengonstruk pembelajarannya, dan mengkulminasikannya dalam produk nyata.
  5. Belajar Berbasis Kerja (Work Based Learning), pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja (baca: dunia nyata) untuk memelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja. Jadi dalam hal ini, tempat atau kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa.
  6. Belajar Berbasis Jasa-layanan (Service Learning), yaitu penggunaan metodologi pembelajaran yang mengombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa layanan tersebut, jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa layanan dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain, pendekatan ini menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagai keterampilan untuk memenuhi kebutuhan di dalam masyarakat melalui tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.
  7. Belajar kooperatif (Cooperative Learning), pendekatan pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.
Untuk mendukung terlaksananya ketujuh fokus pendekatan CTL di atas, guru seharusnya menjadikan hal-hal berikut sebagai asas pembelajaran, yakni:
  1. Kemitraan, siswa tidak dianggap sebagai bawahan melainkan diperlakukan sebagai mitra kerja.
  2. Lokalitas, materi pembelajaran dikemas dalam bentuk yang paling sesuai dengan potensi dan permasalahan di wilayah (lingkungan) tertentu (locally specific), yang mungkin akan berbeda satu tempat dengan tempat lainnya.
  3. Pengalaman nyata, materi pembelajaran disesuaikan dengan pengalaman dan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa.
  4. Manfaat, materi pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan manfaat untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi siswa pada masa sekarang maupun yang akan datang.
  5. Partisipasi, setiap siswa dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan sehingga mereka merasa bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan tersebut, sekaligus juga bertanggung jawab atas setiap kegiatan belajar yang dilakukan.
  6. Keswadayaan, mendorong tumbuhnya swadaya (self supporting) secara optimal atas setiap aktivitas belajar yang dilaksanakan.
  7. Kebersamaan, pembelajaran dilaksanakan melalui kelompok dan kolaboratif.
Jika beberapa asas pembelajaran di atas mendasari guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran, maka dapat dipastikan sikap guru yang muncul sebagai akibatnya adalah:
  1. Mendengarkan dan tidak mendominasi. Karena siswa merupakan pelaku utama dalam pembelajaran, maka guru harus memberi kesempatan agar siswa dapat lebih aktif.
  2. Bersikap sabar. Aspek utama pembelajaran adalah proses belajar yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Jika guru kurang sabar melihat proses yang kurang lancar lalu mengambil alih proses itu, maka hal ini sama dengan guru telah merampas kesempatan belajar siswa.
  3. Menghargai dan rendah hati. Guru berupaya menghargai siswa dengan menunjukan minat yang sungguh-sungguh pada pengetahuan dan pengalaman mereka.
  4. Mau belajar. Seorang guru tidak akan dapat bekerja sama dengan siswa apabila dia tidak ingin memahami atau belajar tentang mereka.
  5. Bersikap sederajat. Guru perlu mengembangkan sikap kesederajatan agar bisa diterima sebagai teman atau mitra kerja oleh siswa.
  6. Bersikap akrab dan melebur. Hubungan dengan siswa sebaiknya dilakukan dalam suasana akrab, santai, bersifat dari hati ke hati (interpersonal realtionship), sehingga siswa tidak merasa kaku dan sungkan dalam berhubungan dengan guru.
  7. Tidak berusaha menceramahi. Siswa memiliki pengalaman, pendirian, dan keyakinan tersendiri. Oleh karena itu, guru tidak perlu menunjukkan diri sebagai orang yang serba tahu, tetapi berusaha untuk saling berbagi pengalaman dengan siswanya, sehingga diperoleh pemahaman yang kaya di antara keduanya.
  8. Berwibawa. Meskipun pembelajaran harus berlangsung dalam suasana yang akrab dan santai, seorang guru sebaiknya tetap dapat menunjukan kesungguhan di dalam bekerja dengan siswanya, sehingga siswa akan tetap menghargainya.
  9. Tidak memihak dan mengkritik. Di tengah kelompok siswa seringkali terjadi pertentangan pendapat. Dalam hal ini, diupayakan guru bersikap netral dan berusaha memfasilitasi komunikasi di antara pihak-pihak yang berbeda pendapat, untuk mencari kesepakatan dan jalan keluar.
  10. Bersikap terbuka. Biasanya siswa akan lebih terbuka apabila telah tumbuh kepercayaan kepada guru yang bersangkutan. Oleh karena itu, guru juga jangan segan untuk berterus terang bila merasa kurang mengetahui sesuatu, agar siswa memahami bahwa semua orang selalu masih perlu belajar.
  11. Bersikap positif. Guru mengajak siswa untuk mamahami keadaan dirinya dengan menonjolkan potensi-potensi yang ada, bukan sebaliknya mengeluhkan keburukan-keburukannya. Perlu diingat, potensi terbesar setiap siswa adalah kemauan dari manusianya sendiri untuk merubah keadaan.
Dapat kita bayangkan seandainya semua guru memahami dan melaksanakan hal-hal di atas pada saat kegiatan pembelajaran, suasana kelas akan tercipta penuh keakraban dan keramahan antara guru dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan guru, dan juga siswa dengan siswa. Suasana seperti itulah yang diidam-idamkan oleh pada konseptor kurikulum agar melalui proses pembelajaran siswa dapat secara cepat dan tepat sampai pada kompetensi yang dipelajari. Pada akhirnya, setiap kompetensi dapat menjadikan siswa memiliki life skills yang sangat berguna bagi hidupnya kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, T. 1994. Multiple Intelligence in the Classroom. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-ruzz Media Group.
Budiningsih, C. Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Dahar, Ratna Wilis. 1998. Teori-teori Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti.
Depdiknas. 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005.
__________. 2006. Standar Isi. Jakarta: Permendiknas 22 Tahun 2006.
__________. 2006. Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Permendiknas 23 Tahun 2006.
__________. 2006. Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Permendiknas 24 Tahun 2006.
__________.  1994.  Kurikulum dan Pembelajaran.  Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar.  2006.  Manajemen Pengembangan Kurikulum.  Bandung: Rosda.
Mulyasa, E.  2007.  Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.  Bandung: Rosda.
__________.  2004.  Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosda.
Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Usman, Moh. Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003.  Jakarta: Cemerlang.
READ MORE - STRATEGI PEMBELAJARAN CTL